Blog ini ditujukan kepada seluruh ummat Islam yang cinta kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, Para Sahabat RA, Auliya', Habaib, Ulama', dan sejarah kebudayaan Islam.
Tampilkan postingan dengan label Sejarawan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarawan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 06 Desember 2011

Ibnu Batutah, Perjalanan Haji Terpanjang yang Menakjubkan

Selama ini tercatat dalam sejarah bahwa Columbus (1451-1506M) telah menjelajahi dunia.
Dikatakan dialah penemu Dunia Baru atau Benua Amerika. Tidak banyak yang tahu jauh sebelum Columbus, orang-orang Arab sudah menjelajahi dunia.

Salah seorang dari mereka ialah Ibnu Batutah atau nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Al-Lawati Al-Tanji. Beliau dilahirkan di Tangiers, Morocco, Afrika Utara pada 24 Februari 1304M. Besar dalam keluarga yang taat memelihara tradisi Islam, Ibnu Batutah giat mempelajari fiqh dari para ahli yang sebagian besarnya menduduki jabatan kadhi (hakim). Beliau juga mempelajari sastra dan syair Arab.

Kejayaan beliau dinikmati ketika zaman kekuasaan Bani Marrin di Morocco. Penguasaannya tentang dunia pelayaran didapat ketika bersama-sama pasukan kerajaan memerangi pasukan perang Perancis. Morroco dan Perancis hanya terpisah oleh lautan sehingga pertempuran laut sering terjadi antara keduanya. Pada akhirnya, Morroco pernah menjadi salah satu negara jajahan Perancis.

Menurut sejarahwan Barat, George Sarton, yang mengutip catatan Sir Henry Yules, Ibnu Batutah telah mengembara sejauh 75,000 batu melalui daratan dan lautan. Jarak ini jauh lebih panjang dari yang dilakukan Marco Polo dan penjelajah mana pun sebelum datangnya zaman mesin uap. Ketika Marco Polo meninggal dunia, Ibnu Batutah baru berusia 20 thn. Ahli sejarah seperti Brockellman mensejajarkan namanya dengan Marco Polo, Hsien Teng, Drake dan Magellan.


Ibnu Batutah (wikipedia)

Kisah seluruh perjalanan Ibnu Batutah ditulis oleh Ibnu Jauzi, juru tulis Sultan Morroco, Abu Enan. Karya itu diberi judul Tuhfah Al-Nuzzar fi Ghara’ib Al Amsar wa Ajaib Al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Kota-kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan). Karya ini telah menjadi perhatian berbagai kalangan di Eropa sejak diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Perancis, Inggris dan Jerman.

Kepergian pertama Ibnu Batutah ketika beliau menunaikan ibadah haji pada usia kurang dari 21 thn. Menurut catatan sejarah, kepergian itu tepat pada 14 Jun 1325M. Beliau menyeberangi Tunisia dan hampir seluruh perjalanannya ditempuh dengan berjalan kaki. Beliau tiba di Alexandria pada 15 April 1326 dan mendapat bantuan dari sultan Mesir berupa uang dan hadiah untuk bekal menuju Tanah Suci.

Satu kesan menarik ketika beliau tiba di pantai Mesir bagian utara. Menurutnya, Alexandria adalah sebuah pelabuhan yang berkembang dan merupakan pusat perdagangan serta pusat angkatan laut di daerah Laut Tengah (Mediterranean) bagian timur. Di Negeri Seribu Menara ini, beliau menerima hadiah dan uang dari sultan Mesir. Perjalanan ke Makkah dilanjutkan melalui Kairo dan Aidhab, pelabuhan penting di Laut Merah dekat Aden.

Beliau kemudian kembali ke Kairo dan melanjutkan perjalanan ke Makkah melalui Gaza, Jerusalem, Hamamah, Aleppo dan Damaskus di Syria. Beliau tiba di Makkah pada Oktober 1926. Selama di Makkah, Ibnu Batutah bertemu dengan jamaah dari berbagai negeri. Pertemuan inilah yang mendorong semangat beliau mengenal langsung negeri-negeri asal jamaah haji. Lalu beliau membatalkan kepulangannya dan memulai pengembaraan menjelajahi dunia.

Mulai dengan menyeberangi gurun pasir Arabia menuju Iraq dan Iran, beliau kemudian kembali ke Damaskus dan melanjutkannya ke Mosul, India. Setelah itu beliau menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya ke Makkah dan menetap di Kota Suci itu selama tiga tahun (1328-1330M). Puas menetap di Makkah, beliau terus melanjutkan pengembaraan ke Aden dan belayar ke Somalia, pantai Afrika Timur, termasuk Ziela dan Mambasa. Kembali ke Aden, lalu ke Oman, Hormuz di Teluk Persia dan Pulau Dahrain. Beliau sempat mampir sebentar di Makkah pada 1332, lalu menyeberangi Laut Merah, menyusuri Nubia, Nil Hulu, Kairo, Syria dan tiba di Lhadhiqiya. Beliau kemudian menggunakan sebuah kapal Genoa, belayar ke Alaya di pantai selatan Asia Kecil.

Setelah melakukan perjalanan laut, pada 1333 Ibnu Batutah melanjutkan pengembaraan lewat darat. Dilaluinya Rusia Selatan hingga sampai ke istana Sultan Muhammad Uzbeg Khan yang ada di tepi Sungai Wolga. Kemudian diteruskan penjelajahan hingga ke Siberia. Awalnya beliau berniat menuju Kutub Utara, namun dibatalkan kerana dinginnya cuaca daerah “Tanah Gelap”, sebutan wilayah yang tak pernah ada sinar matahari.

Ibnu Batutah mengunjungi Kaisar Byzantium, Audronicas II dan mendapat perlakuan baik dari Kaisar. Dihadiahkan kuda, pelana dan payung.

Perjalanan darat dilanjutkan menuju Persia Utara hingga Afghanistan dan beristirahat di Kabul. Pengembaraan berhenti sementara ketika Ibnu Batutah sampai di India dan bertemu dengan Sultan Delhi, Muhammad bin Tuqluq. Di kesultanan ini, Ibnu Batutah diangkat menjadi hakim oleh sultan dan tinggal di negeri ini selama delapan tahun.

Ketika menuju kawasan Cambay di India, beliau telah diserang sekelompok penyamun dekat Aligarh dan ditawan. Berkat permohonan seseorang, beliau selamat dari hukuman mati dan dilepaskan. Sebelum melanjutkan perjalanan, beliau diminta Sultan Delhi untuk menghadap. Sultan akhirnya memutuskan Ibnu Batutah menjadi duta besar kepada maharaja Cina.

Dalam kunjungannya ke Cina, tercatat kekaguman Ibnu Batutah terhadap kekuatan armada besar yang dibangun mereka. Beliau beruntung mendapat kesempatan menikmati perahu pesiar milik maharaja menuju Peking. Kembali dari Cina, Ibnu Batutah mengunjungi India, Oman, Persia, Iraq dan Damaskus. Kemudian beliau kembali ke Makkah menunaikan ibadah haji untuk kali keempat pada 1348M. Sekembalinya dari haji, beliau menyusuri Jerusalem, Gaza, Kairo dan Tunis. Dengan menumpang perahu dari Tunis, beliau menuju Morroco lewat Dardinia dan tiba di Fez, ibu kota Morroco pada 8 November 1349M. Sejak itu beliau menetap hinga akhir hayat pada 1377M. Seluruh pengembaraan beliau ke negara Islam dan non-Islam berlangsung selama 24 tahun.

Satu catatan Ibnu Batutah, dalam perjalanan laut menuju Cina, beliau pernah mampir di wilayah Samudera Pasai (kini Aceh) yang menurut penilaian beliau “negeri nan hijau dan subur”, “rakyat dan alamnya indah dan menawan”, “negeri yang menghijau dan kota pelabuhannya besar dan indah”. Dalam versi lainnya, beliau menulis pulau Sumatra sebagai “Pulau Jawa yang menghijau”.

Kedatangan Ibnu Batutah disambut Amir (panglima) Daulasah, Qadi Syarif Amir Sayyir Al-Syirazi, Tajuddin Al-Asbahani dan beberapa ahli fiqh atas perintah Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345). Pada pandangan Ibnu Batutah, Sultan Mahmud merupakan penganut mazhab Syafi’i yang giat menyelenggarakan pengajian, perbahasan dan muzakarah tentang Islam. Kata beliau “Sultan sangat rendah hati dan berangkat ke masjid untuk sholat Jum’at dengan berjalan kaki. Selesai sholat, Sultan dan rombongan biasa berkeliling kota melihat keadaan rakyatnya”.

Beliau juga melihat Samudera Pasai saat itu merupakan pusat studi Islam. Penilaiannya itu wajar karena sejarah berdirinya kerajaan Samudera Pasai juga merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Samudera Pasai telah didirikan oleh Sultan Malikus Shaleh (W 1297), yang sekaligus sebagai sultan (pemimpin) pertama negeri itu.

Beliau berada di Samudera Pasai selama 15 hari. Sempat mengunjungi pedalaman Sumatra yang masih dihuni masyarakat non-Muslim. Di situ juga beliau menyaksikan beberapa perilaku masyarakat yang mengerikan, bunuh diri massal yang dilakukan hamba ketika pemimpinnya mati.

Subhanallah.

sumber: Encyclopedia Tokoh Islam

Kisah lengkap Ibnu Batutah dapat dibaca di: http://www.saudiaramcoworld.com/issue/200004/default.html

MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL

SEJAK masa mudanya Haekal tidak pernah berhenti menulis;
  disamping masalah-masalah politik dan kritik sastra ia juga
menulis beberapa biografi. Dari Kleopatra sampai kepada
Mustafa Kamil di Timur, dari Shakespeare, Shelley, Anatole
France, Taine sampai kepada Jean Jacques Rousseau dengan gaya
yang khas dan sudah cukup dikenal. Setelah mencapai lebih
setengah abad usianya, perhatiannya dicurahkan kepada
masalah-masalah Islam. Ditulisnya bukunya yang kemudian sangat
terkenal, Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad) dan "Di
Lembah Wahyu". "Dua buku yang sungguh indah dan baru sekali
dalam cara menulis sejarah hidup Muhammad, yang kemudian
dilanjutkan dengan studi lain tentang Abu Bakr dan Umar. Suatu
contoh bernilai, baik mengenai studinya atau cara
penulisannya. Ini merupakan masa transisi dalam hidupnya",
demikian antara lain orang menulis tentang Haekal.

Pada mulanya Sejarah Hidup Muhammad ini telah menimbulkan
reaksi hebat dan kritik tajam di kalangan bangsa Mesir dan
dunia Islam umumnya. Tapi semua itu dihadapinya dengan tenang
dan di mana perlu dijawabnya dengan penuh tanggung jawab dan
rasional sekali.

Dilahirkan di desa Kafr Ghanam bilangan distrik Sinbillawain
di propinsi Daqahlia, di delta Nil, Mesir, 20 Agustus 1888,
Muhammad Husain Haekal, setelah selesai belajar mengaji Qur'an
di madrasah desanya ia pindah ke Kairo guna memasuki sekolah
dasar lalu sekolah menengah sampai tahun 1905. Kemudian
meneruskan belajar hukum hingga mencapai lisensi dalam bidang
hukum (1909). Selanjutnya ia meneruskan ke Fakultas Hukum di
Universite de Paris di Perancis, lalu dilanjutkan pula sampai
mencapai tingkat doktoral dalam ekonomi dan politik dan
memperoleh Ph. D. dalam tahun 1912 dengan disertai La Dette
Publique Egyptienne. Dalam tahun itu juga ia kembali ke Mesir
dan bekerja sebagai pengacara di kota Mansura, kemudian di
Kairo sampai tahun 1922.

Semasa masih mahasiswa sampai pada waktu menjalankan
pekerjaannya sebagai pengacara, ia terus aktif menulis dalam
harian-harian Al-Jarida yang dipimpin oleh Ahmad Lutfi as
Sayyid, As-Sufur dan Al-Ahram. Umumnya ia menulis dalam
masalah-masalah sosial dan politik, di samping juga memberikan
kuliah dalam bidang ekonomi dan hukum perdata (1917-22). Tahun
itu juga ia dipilih sebagai pemimpin redaksi harian As-Siasa
sebagai organ resmi Partai Liberal. Dalam tahun 1926
mendirikan mingguan As-Siasa, yang dalam bidang kulturil besar
sekali pengaruhnya ke seluruh negara-negara Arab. Ia aktif
dalam bidang jurnalistik sampai tahun 1938.

Karya-karya Haekal menduduki tempat penting dalam
perpustakaan-perpustakaan berbahasa Arab. Penulisan novel
modern dimulai Haekal. Kemudian ia menulis serangkaian sejarah
Islam dan biografi di samping masalah-masalah politik.
Buku-bukunya dalam sejarah Islam merupakan sumber penting
dalam studi keislaman.

Secara kronologis karya-karya Haekal adalah sebagai berikut:
Zainab (novel), 1914, Jean Jacques Rousseau (dua jilid),
1921-23; Fi Auqat'l-Firaqh ("Diwaktu senggang"), 1925;
"Asyarata Ayyam fis-Sudan" 1927; Tarajim Mishria wa Gharbia
("Biografi orang orang Mesir dan Barat"), 1929; Waladi
("Anakku"), 1931; Thaurat'l-Adab, 1933 ; Hayat Muhammad
("Sejarah Hidup Muhammad"), 1935; Fi Manzil'l-Wahy ("Di lembah
Wahyu"), 1937; Asy-Shiddiq Abu Bakr, 1942; Al Faruq 'Umar
("'Umar ibn'l-Khattab") (dua jilid). 1944-45; Mudhakkirat
fis-Siasat'l-Mishria ("Memoir tentang Politik Mesir") (dua
jilid), 1951-53; Hakadha Khuliqat, 1955; Al-Imbraturia
al-Islamia wal-Amakin al-Mugaddasa fisy-Syarq' l-Aushat
("Commonwealth Islam dan tempat-tempat Suci di Timur Tengah")
(kumpulan studi), 1960; Asy-Syarq' l-Jadid (kumpulan studi),
1963; 'Uthman bin 'Affan, 1964; Al-Iman, wal-Ma'rifa
wal-Falsafa ("Tentang Iman, Ma'rifat dan Filsafat") (kumpulan
studi), 1965; Qisas Mishria ("Cerpen-cerpen Mesir"), 1969.

Novelnya Zainab, yang mengisahkan kehidupan petani Mesir,
mula-mula ditulisnya semasa ia masih mahasiswa di Paris, dan
pada hari-hari libur sebagian ditulisnya di London dan di
Jenewa, Swis; telah dibuat film dan dalam festival film
internasional di Jerman (1952) Die Liebesromanze der Zenab ini
yang ditulisnya sebagai kenangan kepada tanah air dan
masyarakat di kampungnya, dalam dua kali pertunjukkan telah
mendapat sambutan yang luar biasa dan telah terpilih pula
sebagai film yang paling berhasil, dilukiskan sebagai
"Egyptische Welturauffuhrung in Berlin".

Dalam tahun 1943 ia terpilih sebagai ketua Partai Liberal
Konstitusi (Liberal Constitutional Party), yang dipegangnya
sampai tahun 1952.

Tahun 1938 ia menjabat Menteri Negara, kemudian Menteri
Pendidikan, lalu Menteri Sosial. Sesudah itu menjadi Menteri
Pendidikan lagi dalam tahun 1940 dan 1944. Pada permulaan
tahun 1945 ia terpilih sebagai ketua Majelis Senat sampai
tahun 1950.

Berkali-kali mengetuai delegasi mewakili negaranya di PBB dan
dalam konperensi-konperensi internasional, dalam
Interparliamentary Union dan secara pribadi terpilih pula
sebagai anggota panitia eksekutif lembaga tersebut.

Beberapa buku dan disertasi tentang sejarah hidup Dr. Haekal
telah terbit, diantaranya: Beberapa studi tentang Dr. Haekal,
oleh beberapa penulis (1958).

Mohammed Hussein Haekal, oleh Baber Johansen, sebuah thesis,
Universitas Berlin, 1962.

Dr. Mohammad Hussein Haekal, oleh Taha Wadi', thesis,
Universitas Kairo (Fakultas Sastra), 1965.

Dr. Mohammed Hussein Haekal, oleh Charles Smith, sebuah
thesis, Universitas Michigan, Amerika Serikat, 1968.

Dr. Haekal seorang pengarang yang produktif, baik dalam bidang
sastra, kemasyarakatan, maupun politik, yang disiarkan selama
ia aktif dalam jurnalistik. Banyak juga naskah-naskahnya yang
belum disiarkan.

Kembali aktif menulis dalam harian-harian Al-Mishri, dan
Al-Akhbar sejak 1953 hingga wafatnya.

Meninggal pada 8 Desember 1956.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons