Blog ini ditujukan kepada seluruh ummat Islam yang cinta kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, Para Sahabat RA, Auliya', Habaib, Ulama', dan sejarah kebudayaan Islam.

Selasa, 17 Juli 2012

SILSILAH PARA WALISONGO

Tulisan ini kami terjemahkan dan kami intisarikan dari kitab kecil yang berjudul Tarich al-Auliya susunannya K.H. Bisyri Musthofa Rembang
Untuk mengawali silsilah para wali di nusantara, maka tidak terlepas dari ke-empat tokoh besar, yaitu :
1). Sayyid Jamaluddin Husain as-Samarqandiy
2). Raden Arya Galuh Pajajaran
3). Raja Kuntara Cempa Kamboja
4). Prabu Brawijaya V Raja Majapahit
A. Silsilah dari Asmaraqondiy
Sayyid Jamaluddin Husain atau Maulana Muhammad Jumadil Kubro atau Ahmad Syah as-Samarqandiy adalah putra Abdulloh Khon, putra Amir Abdul Malik, putra Sayyid Alwi,, putra Sayyid Ali, putra Sayyid Muhammad, putra Sayyid Alwi, putra Sayyid Muhammad, putra Sayyid Alwi, putra Sayyid Abdulloh, putra Sayyid Ahmad al-Muhajir al-Faqih al-Muqoddam, putra Sayyid Isa al-Bashriy, putra Sayyid Muhammad ar-Rumiy, putra Sayyid Ali al-’Aridhiy, putra Sayyid Ja’far as-Shodiq, putra Sayyid Muhammad al-Baqir, putra Sayyid Ali Zainul Abidin, putra Sayyid Husain, Putra Kholifah Ali bin Abu Tahlib dengan Sayyidah Fathimah binti Nabi Muhammad SAW.
Dua orang putra dari Sayyid Jamaluddin Husain yang berdakwah di nusantara adalah Maulana Ishaq dan Maulana Malik Ibrohim Asmaraqandiy.
B. Silsilah dari Jawa
Raden Arya Galuh putra Arya Randu Kuning, putra Arya Metahun, putra Arya Banjaran, putra Mundi Sari, putra Raden Laliyan (Pajajaran), putra Rawis Renggo (Jenggala), putra Tebu, putra Lembu Amiluhur (Jenggala), putra Resi Kentuyu, putra Gandihawan, putra Serima Punggung, putra Sila Jalu, putra Panca Deriya, putra Citra Suma, putra Suma Wicetra, putra Gendra Yana, putra Jaya Amijaya, putra Jaya Darma, putra Hudayana, putra Parikesit, putra Angka Wijaya, putra Arjuna, putra Pandu, putra Habi Washa, putra Pula Sara, putra Raden Sahri, putra Raden Sekutrem, putra Raden Sutopo, putra Raden Mana Wasa, putra Raden Mari Gena, putra Sang Hyang Trusthili, putra Seri Kati, putra Wisnu, putra Sang Hyang Guru hingga ke Nabi Adam AS.
Raden Arya Galuh memiliki dua orang anak, yaitu : Arya Penanggungan dan Ronggolawe.
Arya Penanggungan memiliki tiga orang anak, yaitu : 1). Arya Baribin, 2). Arya Teja (Adipati Tuban, dan 3). Ki Ageng Tarub.
Arya Baribin memiliki dua orang anak, yaitu : Raden Ayu Maduretno, dan Raden Jakandar (Sunan Bangkalan Madura).
Arya Teja (Adipati Tuban) memiliki dua orang anak, yaitu : Dewi Candrawati (Diperistri oleh Sunan Ampel), dan Raden Sahur Tumenggung Wilatikta Tuban (Ayahanda Raden Syahid Sunan Kalijaga).
Ki Ageng Tarub memiliki tiga orang anak, yaitu : 1). Dewi Nawang Sih, 2). Dewi Nawang Sasi, dan 3). Dewi Nawang Arum.
Dewi Nawang Sasi menikah dengan Raden Jakandar (Sunan Bangkalan) putra Arya Baribin memiliki dua orang anak, yaitu : 1). Dewi Hisah (Istrinya Sayyid Abdul Qodir Sunan Gunung Jati), dan 2). Dewi Hirah (Istrinya Raden Mahdum Ibrohim Sunan Bonang).
Dewi Nawang Arum menikah dengan Raden Sahur Tumenggung Wilatikta putra Arya Teja memiliki dua orang anak, yaitu : Raden Syahid (Sunan Kalijaga), dan Dewi Sari (Istrinya Sunan Ngudung)
C. Silsilah dari Cempa
Raja Kuntara Cempa Kamboja memilki tiga orang anak, yaitu : 1). Dwarawati Murdaningrum (diperistri oleh Prabu Kartawijaya atau Prabu Brawijaya Majapahit), 2). Dewi Candra Wulan (diperistri oleh Maulana Malik Ibrohim Asmaraqandiy), dan 3). Raden Cingkara.
D. Keturunan Maulana Malik Ibrohim Asmaraqandiy
Maulana Malik Ibrohim dengan Dewi Candra Wulan putrinya Raja Cingkara memiliki tiga orang anak, yaitu : 1). Raja Pendita, 2). Raden Rahmat (Sunan Ampel), dan 3). Siti Zainab.
Raja Pendita Menikah dengan Raden Ayu Madu Retno putrinya Arya Baribin memiliki tiga orang anak, yaitu : 1). Haji Utsman (Sunan Manyuran Mandalika), 2). Utsman Haji (Sunan Ngudung), dan 3). Nyai Gede Tanda.
Raden Rahmat (Sunan Ampel) memiliki dua orng istri, yaitu : Dewi Candrawti putinya Arya Teja Adipati Tuban, dan Dewi Karimah putrinya Ki Bang Kuning.
Dengan Dewi Candrawati beliau memiliki lima orang anak, yaitu : 1). Siti Syari’ah (Menikah dengan Haji Utsman Sunan Manyuran), 2). Siti Muthmainnah (Menikah dengan Sayyid Muhsin Sunan Wilis), 3). Siti Hafshah (Manikah dengan Sayyid Ahmad al-Yamaniy),
4). Raden Mahdum Ibrohim (Sunan Bonang), dan
5). Raden Qosim (Sunan Derajat Sidayu).
Dan dengan Dewi Karimah beliau memiliki dua putri, yaitu :
1). Dewi Murtasiyah (Menikah dengan Sunan Giri), dan
2). Dewi Murtasimah (Menikah dengan Raden Fatah Sultan Demak).
E. Keturunan Maulana Ishaq bin Sayyid Jamaluddin Husain
Maulana Ishaq berdakwah di daerah Pasai memiliki dua orang anak, yaitu : Sayyid Abdul Qodir (Sunan Gunung Jati Cirebon) dan Dewi Saroh (diperistri oleh Sunan Kalijaga). Kemudian Maulana Ishaq berdakwah ke Blambangan Banyuwangi menikah dengan Dewi Sekar Dadu putrinya Minak Sembuyu Adipati Blambangan memiliki seorang putra yang bernama Raden Paku atau Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri).
F. Silsilah Perpaduan Antara Asmaraqandiy dengan Jawa dan Cempa
1). Sunan Ngudung (Utsman Haji putra Raja Pendita putra Maulana Malik Ibrohim Asmaraqandiy) menikah dengan Dewi Sari putrinya Raden Sahur Tumenggung Wilatikta) memiliki dua orang anak, yaitu : 1). Dewi Sujinah (Istrinya Sunan Muria), dan 2). Raden Amir Haji (Sunan Kudus).
2). Sunan Bonang (Raden Mahdum Ibrohim) putra Sunan Ampel menikah dengan Dewi Hirah putrinya Raden Jakandar memiliki satu orang putri bernama Dewi Ruhil yang menikah dengan Amir Haji Sunan Kudus.
3). Sunan Gunung Jati (Sayyid Abdul Qodir putra Maulana Ishaq) menikah dengan Dewi Hisah putrinya Raden Jakandar memiliki dua orang anak, yaitu : Sayyid Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar Jepara), dan Dewi Shufiyah (Istrinya Raden Qosim Sunan Derajat)
4). Sunan Kalijaga (Raden Syahid) putra Raden Sahur (Tumenggung Wilatikta Tuban dengan Dewi Nawang Arum putrinya Ki Ageng Tarub), Raden Sahur putra Arya Teja (Adipati Tuban), putra Arya Penanggungan, putra Arya Galuh, putra Arya Randu Kuning, putra Arya Metahun, putra Arya Banjaran (Sudara Prabu Mundi Wangi Pajajaran dan sekaligus menjadi patih di kerajaannya), putra Mundi Sari (Pajajaran). Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Saroh putrinya Maulana Ishaq memiliki tiga orang anak, yaitu : 1). Raden Sa’id (Sunan Muria), 2). Dewi Ruqoiyah, dan 3). Dewi Shofiyah
G. Silsilah Keturunan Prabu Brawijaya V Raja Majapahit Terakhir
Prabu Brawijaya atau Kartawijaya atau Kertabhumi adalah putra dari Raden Suruh (Adipati Majalengka), putra Prabu Mundi Wangi (Raja Pajajaran), putra Mundi Sari, putra Raden Laliyan (Pajajaran), putra Rawis Renggo (Jenggala), dan untuk seterusnya lihat silsilah Raden Arya Galuh.
Prabu Brawijaya memiliki anak banyak sekali, karena di dalam satu riwayat diceritakan bahwa istrinya berjumlah lebih dari 25 orang. Dan adapun anaknya yang dapat disebutkan, maka beberapa diantaranya adalah :
Dari Istri Permaisuri adalah Raden Arya Damar (Adipati Palembang). Dari Istri Dwarawati Murdaningrum putrinya Raja Kuntara Cempa adalah : 1). Putri Hadiy (Istrinya Adipati Dayaningrat Pengging), 2). Raden Lembu Peteng (Madura), dan 3). Raden Gugur.
Dan dari Istri Putri Cempa yang lain keturunan China putrinya Ma Hong Fu (Kyai Batong) adalah Raden Jin Bun atau Raden Hasan atau Raden Fatah (Sultan Demak Bintara)
Dari Istri Ponorogo adalah : Betara Katung dan Adipati Luwanu. Dari Istri Bagelain adalah : Raden Jaran Penoleh (Sampang Madura).
Raden Fatah (Sultan Demak) menikah dengan Dewi Murtasimah putrinya Sunan Ampel memiliki lima orang anak, yaitu :
1). Pangeran Purba
2). Pangeran Trenggana
3). Raden Bagus Sida Kali
4). Raden Kanduruhan
5). Dewi Ratih
Seperti inilah yang telah disebutkan oleh K.H. Bisyri Musthofa Rembang di dalam kitabnya yang berjudul Tarikh al-Auliya. Dan adapun menurut naskah babad dan serat disebutkan bahwa Raden Fatah memiliki tiga orang istri, yaitu :
1). Putri Sunan Ampel menjadi permaisuri utama, memiliki dua putra, yaitu : Pangeran Surya (Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor), dan Pangeran Trenggana.
2). Putri Raden Sanga, memiliki satu putra, yaitu Raden Kanduruwan. 3). Putri Bupati Jipang Panolan, memiliki dua anak, yaitu : Pangeran Kikin (Pangeran Sekar Seda Lepen), dan Ratu Mas Nyawa.

Sumber : kitab Tarikh Auliya' karya  K.H. Bisyri Musthofa Rembang dan http://infotekkom.wordpress.com/2012/04/04/silsilah-para-wali-nusantara/

Sabtu, 14 Juli 2012

Habib Muhammad Mahdi Assegaf: Barakah Sepatu Hitam


majalah islam, majalah islam online, majalah alkisahDalam kebingungan, lahirlah satu ide yang kemudian mengubah jalan hidupnya.
Ada yang sangat berbeda dari pemandangan Peringatan Maulid Agung Nabi Muhammad SAW kali itu, hari Jum’at (27/4). Pada kegiatan akbar yang dipusatkan di Jalan Artzimar III (Bojong Enyod) Tegal Gundil, Bogor Utara, kali itu, tak terlihat anak-anak muda yang berebut areal parkir di sekitar acara.

Semua lokasi parkir dikondisikan dengan tertib oleh panitia, yang dibantu para pemuda dari Barisan Bogor Raya Padjajaran. Tak ada asap rokok yang mengepul sepanjang acara berlangsung. Bahkan, tak terlihat juga pemuda-pemudi yang berdua-duaan di area peringatan Maulid. Lokasi untuk kaum wanita disediakan khusus, tidak bercampur baur dengan hadirin pria.

Kondisi semacam inilah yang memang dikehendaki oleh sosok dai muda yang kala itu terlihat berwibawa di depan panggung, yang terbuka dari semua sisinya. Dialah Habib Muhammad Mahdi Assegaf. 

Nama lengkapnya Muhammad Mahdi bin Hamzah bin Alwi Assegaf. Ayahnya, Habib Hamzah, adalah salah satu tokoh masyarakat di kota Bogor, sedangkan ibunya adalah Syarifah Khadijah binti Ahmad Al-Attas. Ia lahir pada tanggal 14 Juli 1990 di Bogor dan menikah dengan Syarifah Khairiyah binti Husein Al-Attas, yang juga sama-sama berasal dari kota Bogor, pada  awal tahun  2012 yang lalu.

Sejak usia lima tahun, Habib Mahdi, demikian biasa ia dipanggil, sudah didik sangat ketat dan keras dalam bimbingan keislaman oleh orangtua. Habib Hamzah, orangtuanya, termasuk sosok yang keras dalam sikap keagamaan di tengah masyarakatnya, khususnya terhadap kalangan habaib di lingkungannya. Bila ada di antara mereka yang perilakunya dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang dicontohkan oleh para salaf mereka terdahulu, tak segan-segan Habib Hamzah menegurnya. Demikianlah sosok Habib Hamzah, sang ayah, yang menjadi guru utamanya.

Kepada sang ayahlah Habib Mahdi mendapatkan dasar-dasar syari’at, terutama mempelajari Al-Qur’an.

Pendidikan yang keras terhadap dasar-dasar agama dari sang ayah telah melahirkan semangat tersendiri di hati Habib Mahdi kecil untuk memperdalam ilmu-ilmu syari’at. Itulah sebabnya, tak mengherankan, sejak dari SD, Habib Mahdi sudah memiliki tekad yang kuat untuk masuk pesantren. Namun, keinginan itu belum dapat diwujudkannya, karena sang kakek, Habib Ahmad Al-Attas, melarangnya untuk belajar ke pesantren. “Mahdi, kamu cukup belajar di sini sama Enjid (Kakek)," kata Habib Mahdi mengenang ucapan kakeknya waktu itu.

Meskipun demikian, tekad kuat yang ada di hati Habib Mahdi kecil tidak juga hilang, bahkan hasratnya untuk dapat belajar ke pesantren semakin kuat. Hingga suatu hari, saat ia masih di bangku SMP, ada kisah unik yang selalu dikenangnya.

Kisah itu berawal dari ketentuan di sekolah bahwa setiap murid diwajibkan untuk mengenakan sepatu hitam pada hari Kamis. Seperti biasa, di tiap-tiap sekolah selalu ada peraturan yang harus ditaati oleh seluruh siswanya. Dan salah satu peraturan itu adalah setiap hari Kamis diwajibkan mengenakan sepatu warna hitam. Kebetulan, saat itu Mahdi kecil hanya mempunyai sebuah sepatu hitam. Nah, karena hari Rabu sepatu tersebut dipakai, dan sedari siang hujan lebat, akibatnya sepatu itu menjadi basah dan kotor. Sedangkan besoknya ia wajib mengenakan sepatu tersebut.

Dalam kebingungan, lahirlah satu ide yang kemudian mengubah jalan hidupnya. Sedikit takut-takut, ia pun menoleh ke kiri dan ke kanan. Setelah dirasa aman dan tidak ada yang memergokinya, ia pun membuka tutup mesin cuci, dan... dush! Keluarlah asap dari mesin cuci tersebut. Rupanya, entah kenapa, saat ia memutar tombol mesin cuci untuk mencuci sepatu, mesin tersebut berputar sejenak, namun tak sampai semenit langsung mati dan mengeluarkan asap.

Karena panik, ia pun menjerit kaget.

Mendengar jeritan itu, ibunya pun masuk. Dan saat melihat mesin cucinya telah tak bisa lagi bekerja, ia hanya bisa mengelus dada.

“Mahdi, ane cape ngurusin ente. Udah, berangkat ke pesantren sana,” kata ibunya kala itu. “Dan alhamdulillah, waktu itu akhirnya Kakek pun mengizinkan ane untuk berangkat ke pesantren,” kata Habib Mahdi. 

Tahun itu Habib Mahdi pun berangkat ke pesatren. Dan pesatren yang menjadi tujuannya adalah Pesantren Darullughah Wadda`wah (Dalwa) Bangil, yang didirikan oleh Al-`Allamah Habib Hasan bin Muhammad Baharun.

Ketika di pesantren, Habib Mahdi berada di bawah bimbingan langsung Habib Zainal Abdidin bin Hasan Baharun, pengasuh pesantren, selain ia juga belajar berbagai disiplin ilmu-ilmu syari’at dari guru-guru utama yang ada di Pesantren Dalwa.

majalah islam, majalah islam online, majalah alkisah"Di pesantren, tidur hanya dua tiga jam," kenang Habib Mahdi.

Di antara aktivitas pesantren yang sangat digemari oleh Habib Mahdi adalah berziarah ke makam Habib Hasan Baharun. Bahkan kegiatan ini dilakukannya hampir setiap malam. "Jam satu malam, kami datang ke makam Habib Hasan Baharun dan mengusap debu-debu yang ada nisan makam beliau dengan tangan kami."

Di saat-saat itulah Habib Mahdi sering berucap, "Wahai Habib Hasan, ridhailah kami menjadi muridmu, meskipun kami tidak mengaji kepadamu."

Di antara doa yang selalu dipanjatkannya setiap kali menziarahi makam Habib Hasan adalah permohonan kepada Allah agar dijadikan sosok yang selalu didengar ucapannya di tengah-tengah masyarakat.

"Ya Allah, dengan keberkahan Habib Hasan, jadikanlah kami selepas dari pesantren ini orang-orang yang didengar ucapannya di tengah-tengah masyarakat untuk tegaknya ajaran Rasul-Mu," kata Habib Mahdi menirukan doa yang sering diucapkannya dahulu.

Sebagai salah satu guru utama, figur Habib Zainal Abidin Baharun sangat banyak mempengaruhi kepribadian Habib Mahdi. Nasihat-nasihatnya selalu dijadikan pegangan, terutama dalam berdakwah. Di antaranya, "Barang siapa berkhidmah, niscaya dia akan dikhidmahi.”

Pesan inilah yang kemudian dijadikan pegangan dan falsafah Habib Mahdi dalam berdakwah. Khidmah yang biasa dilakukannya selama di pesantren terhadap para guru termasuk kepada pesantren dan lingkungannya diteruskan dengan pengabdian di masyarakat.

Syababul Mukhtarin
majalah islam, majalah islam online, majalah alkisahSejak terjun ke tengah masyarakat, hari demi hari dipenuhinya untuk melayani masyarakat. Ia berprinsip, tidak akan duduk manis di majelis ta`lim, akan tetapi terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat, siang maupun malam. Mengabdi kepada masyarakat.

Satu ketika, jam dua malam Habib Mahdi ditelepon oleh seorang muhibbin. Ia melaporkan bahwa ada seorang temannya ulang tahun dan sedang merayakan di rumah Fulan dengan pesta minuman keras. Muhibbin itu berharap agar Habib Mahdi datang ke tempat itu.

Maka saat itu juga Habib Mahdi datang ke tempat yang dimaksud dengan berpakaian layaknya anak muda.
Kedatangannya tidak lain dimaksudkan untuk merangkul mereka. "Saya hanya ingin mereka merasa nyaman dan diperhatikan," kata Habib Mahdi.

Lambat laun mereka pun menjadi dekat dan malu untuk melakukan hal serupa. "Dan bahkan alhamdulillah, sekarang mereka aktif dalam kegiatan-kegiatan pengajian yang kami gelar."

Hari demi hari pemuda yang datang dan berkumpul di kediaman Habib Mahdi makin banyak dan bertambah. Bahkan, pemuda-pemuda yang dulu bangga dengan status mereka sebagai "preman" itulah yang di kemudian hari mengusulkan kepada Habib Mahdi agar dibentuk satu wadah formal bagi mereka.

Berangkat dari itu semua, terbersitlah niat di dalam hati Habib Mahdi untuk membentuk satu perkumpulan yang dibentuk agar nantinya dapat menjadi wadah bagi semua kalangan masyarakat yang ingin belajar dan memahami agamanya. "Menjadi wadah, baik bagi kalangan majelis, ormas, maupun dari kalangan mana pun dan siapa pun yang ingin mencari jati diri untuk mengenal agamanya."

Pada akhirnya, nama Syababul Mukhtarin (Pemuda Pilihan) pun dipilih sebagai nama perkumpulan tersebut, dengan harapan semoga mereka akan menjadi pemuda-pemuda yang terpilih yang dekat dan cinta kepada Allah SWT, cinta kepada Rasul-Nya, cinta kepada para ulama, cinta kepada tanah air dan bangsa, dan cinta kepada umat dan sesamanya.

Setelah tekad menjadi bulat dan niat pun semakin kuat, dan setelah minta restu para guru dan para alim ulama, Habib Mahdi mengajak anak-anak muda itu berziarah ke Makam Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas untuk meminta restu para wali, khususnya Shahib Makam Keramat Empang Bogor, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas. Di samping dengan maksud mengajarkan kepada mereka bahwa langkah yang harus ditempuh untuk mendapatkan ridha Allah SWT dalam setiap langkah dan upaya kita adalah dengan cara mendekat kepada para wali-Nya, kekasih-kekasih pilihan Allah SWT.

Bersama sekitar seratus pemuda dengan tujuh puluh motor, waktu itu, Habib Mahdi berkonvoi menuju Makam Keramat Empang Bogor. Di makam, Habib Mahdi meminta kepada Allah SWT dengan kemuliaan dan keberkahan Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas agar kelak anak-anak muda yang dahulunya tidak dipandang oleh masyarakat, bahkan dicap buruk karena masa lalu mereka yang kelam, menjadi orang-orang yang utama dalam memberikan manfaat kepada umat pada umumnya, dan masyarakat Bogor, tempat mereka tinggal, khususnya.

"Alhamdulillah, saat ini Forum Syababul Mukhtarin sudah memiliki tak kurang dari lima puluh majelis ta`lim dan diikuti ormas-ormas yang berada di Bogor dan sekitarnya, bahkan sudah sampai ke Bandung dan Jadetabek," kata Habib Mahdi penuh syukur.

Mengenai beragam perbedaan di tengah masyakat yang begitu plural, bagi Habib Mahdi, hal itu merupakan kenicayaan yang harus disikapi secara arif dan bijaksana. Karenanya, dalam setiap gerakan dakwahnya, dirinya selalu berusaha merangkul semua kalangan, termasuk kalangan Muhammadiyah, Persis, dan yang lainnya.

Di saat ia diminta untuk hadir dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah atau Persis, misalnya, Habib Mahdi dengan senang hati memenuhi undangan mereka.

Prinsipnya, menurut Habib Mahdi, semua kalangan hendaklah saling menghargai, demi terwujudnya persatuan umat. "Silakan masing-masing berpegang dengan keyakinan dan pendapatnya berdasarkan ilmu yang didapatkannya dari para gurunya masing-masing, tetapi dengan catatan, ketika sedang duduk bersama, janganlah masing-masing saling menunjukkan pendapatnya itu dan menonjolkannya dengan menyalahkan pendapat pihak lainnya, apalagi sampai menganggap sesat."

Terhadap majelis-majelis ta`lim di Bogor, dan bahkan di Indonesia pada umumnya, Habib Mahdi memiliki harapan agar semua bersatu, saling mendukung, dan tidak hanya membesarkan majelisnya, tetapi hendaknya saling membantu dan saling menguatkan.

Sumber : http://www.majalah-alkisah.com/index.php/figur/26-profile-tokoh/1125-habib-muhammad-mahdi-assegaf-barakah-sepatu-hitam

Sabtu, 07 Juli 2012

KH. Marzuki Mustamar

Curriculum Vitae

Nama        : KH. Marzuki Mustamar

TTL            : Blitar, 22 September 1966       

Alamat      : PP. Sabilurrosyad Gasek Malang Telp.(0341) 564446

Pendidikan:

1.      TK Muslimat Karangsono Kanigoro, Blitar  tahun 1972

2.      MI. Miftahul ‘Ulum, Tahun 1979

3.      SMP Hasanuddin, Tahun 1982

4.      MAN Tlogo, Tahun 1985

5.      PP. Nurul Huda, Mergosono         

6.      LIPIA Jakarta, Tahun 1988

7.      S-1 IAIN Malang, Tahun 1990

8.      S-2 UNISLA Tahun, 2004    

Istri: Hj. Saidah

Putra-Putri:

1.      Habib Nur Ahmad

2.      Diana Nabila

3.      Millah Shofiya

4.      M. ‘Izzal Maula

5.      ‘Izza Nadila

6.      Rossa Rahmania             

7.      Dina Roisah Kamila

Jabatan:

1.      Ketua Tanfidiyah PCNU Kota Malang

2.      Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad

3.      Anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang

4.      Dosen Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

5.      Penulis tetap di Media Ummat rubrik Mutiara Hadits dan Tanya Jawab

 

Penampilan beliau sederhana dan apa adanya. Beliau tidak pernah neko-neko. Karena begitu sederhananya, kadang orang tidak mengira bahwa beliau adalah seorang kyai. Di balik kesederhanaan beliau tersimpan lautan ilmu yang begitu luas. Kiprah beliau di masyarakat sudah tidak diragukan lagi. Gaya bicara beliau yang tegas dan lugas menjadi salah satu ciri khas beliau.


Rajin Ngaji Sejak Kecil

Kyai Marzuki lahir di kota Blitar, 43 tahun yang lalu. Sungguh beruntung Kyai Marzuki karena dilahirkan dalam keluarga yang taat beribadah sekaligus mengerti agama. Ya, abahnya adalah seorang kyai. Alhasil, sejak kecil Kyai Marzuki dibesarkan dan dididik oleh kedua orang tua beliau dengan disiplin ilmu yang tinggi. Di bawah pengawasan orang tua beliau inilah putra dari Kyai Mustamar dan Nyai  Siti Jainab ini mulai belajar  al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama.

Selain dididik disiplin ilmu yang tinggi, ternyata beliau waktu kecil sudah dididik tentang kemandirian agar memiliki etos kerja yang tinggi dengan cara memelihara kambing dan ayam petelur milik Bu Lik Umi Kultsum. Dengan memelihara kambing dan ayam petelur inilah, beliau mendapat pelajaran bagaimana membimbing umat islam, dan bagaimana menjadi pemimpin.

Saat duduk di kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah sampai sebelum belajar di Malang, anak kedua dari delapan bersaudara ini mulai belajar ilmu  nahwu, shorof, tasawuf dan ilmu fikih  kepada Kyai Ridwan dan Kyai-Kyai lain di Blitar. Sejak SMP, beliau diminta mengajar Al-Qur’an dan kitab-kitab kecil lainnya kepada anak-anak dan tetangga beliau. Pada usia yang masih belia tersebut, beliau sudah mengkhatamkan dan faham kitab Mutammimah pada saat beliau kelas 3 SMP.

Selepas dari SMP Hasanuddin, beliau melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri Tlogo Blitar. Kyai Marzuki muda merupakan pemuda yang beruntung sebab di usia beliau yang masih belia itu, beliau sudah mendalami ilmu agama ke beberapa orang kyai di Blitar. Di antaranya, beliau  mendalami ilmu balaghoh dan ilmu mantek kepada Kyai Hamzah. Mendalami ilmu fikih kepada Kyai Abdul Mudjib dan ngaji Ilmu Hadits kapada Kyai Hasbullah Ridwan.

Ketika beliau duduk di bangku Aliyah, beliau sudah khatam kitab Hadits Muslim dan kitab-kitab kecil lainnnya. Sebelum beliau belajar di Malang, selama di Blitar yang mengajar beliau adalah Orangtua beliau, Kyai Hasbullah Ridwan yang masih eyang beliau, Kyai Hamzah dan Kyai Mujib adalah guru beliau di MAN Tlogo.

Setamat dari MAN Tlogo pada tahun 1985, kyai kelahiran 22 September 1966 ini melanjutkan jenjang pendidikan formalnya di IAIN (sekarang UIN Maulana Malik Ibrahim) Malang, yang waktu itu masih merupakan cabang IAIN Sunan Ampel Surabaya. Untuk menambah ilmu agama yang sudah beliau dapat, Kyai yang juga Anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang ini nyantri kepada Kyai Masduki Mahfudz di Pondok Pesantren Nurul Huda Mergosono. Mengetahui kecerdasan dan keilmuan Kyai Marzuki yang di atas rata-rata santrinya yang lain, akhirnya Kyai Masduki memberi amanah kepada Kyai Marzuki untuk membantu mengajar di pesantrennya, meskipun saat itu Kyai Marzuki masih berusia 19 tahun. "Saat itu saya diminta untuk mengajar kitab Fathul Qorib bab buyuu’ (jual-beli),” Kenang kyai yang juga Dosen Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini.

Selain itu, Kyai Marzuki juga beruntung, karena beliau seringkali  diminta untuk mendampingi dakwah Kyai Masduki saat mengisi pengajian maupun dalam rapat-rapat organisasi kemasyarakatan. Dari sinilah Kyai marzuki mulai mengetahui betapa beratnya tugas seoarang ulama dalam mengayomi ummat. Dari gurunya yang juga Rois Syuriah NU Wilayah Jawa Timur itu, Kyai Marzuki belajar akan keistikomahan menjadi seorang guru.  Kyai Masduki Mahfud itu meskipun pulang malam hari dari mengisi pengajian, beliau selalu membangunkan para santrinya untuk mengaji,” ungkap Kyai Marzuki.

Salah satu kelebihan beliau, saat masih duduk di bangku kuliah, Kyai Marzuki sudah biasa memberikan kursus nahwu kepada mahasiswa yuniornya. Namun, ternyata, banyak juga mahasiswa yang tidak hanya belajar nahwu, namun juga mengaji kitab kepadanya. Dengan begini, keilmuan beliau semakin terasah. Kemudian pada tahun 1987 Kyai berputra tujuh ini mendapatkan kesempatan  belajar di LIPIA Jakarta. Setelah menempuh dua tahun masa studinya di sana, Kyai Marzuki kembali ke Malang untuk membantu mengajar di pesantren Nurul Huda, Mergosono dan melanjutkan kuliah S-1.



Membangun Rumah Tangga dan Pesantren

Pada tahun 1994, Kyai Marzuki memulai hidup baru. Beliau mempersunting salah seorang santriwati Pondok Nurul Huda  yang bernama Saidah. Sang istri merupakan putri Kyai Ahmad Nur yang berasal dari Lamongan. Kyai Marzuki sangat bersyukur sekali sebab gadis yang menjadi pendamping hidup beliau adalah seorang hafidzoh (hafal Al-qur’an).

Selang satu bulan setelah menikah, Kyai Marzuki bersama istri mencoba mengadu nasib dan hidup mandiri. Saat itu Kyai Marzuki memilih  daerah Gasek, Kecamatan Sukun sebagai tempat jujugan beliau. Pada mulanya, beliau mencari rumah kontrakan yang dekat dengan masjid. Dan akhirnya, beliau ngontrak di rumah salah seorang warga yang bernama pak Har. Setelah segala sesuatunya dianggap cukup, Kyai Marzuki akhirnya menempati tempat yang baru. Pada saat beliau boyongan, tak lupa santri-santri Pondok Nurul Huda ikut mengantarkan Kyai Marzuki boyongan ke tempat barunya dan membantu usung-usung barang-barang dan kitab-kitab guru mereka.

Tanpa diduga sebelumnya, pada hari pertama beliau menempati rumah itu, ternyata sudah banyak santri yang datang mengaji kepada beliau. Di rumah yang sederhana itulah Kyai Marzuki mengajar para santri beliau. Mereka yang waktu itu belajar merupakan cikal bakal santri dan pesantren beliau yang kini menjadi benteng utama umat di wilayah Gasek. Karena santrinya semakin bertambah banyak maka rumah beliau tidak memadai sebagai tempat belajar mereka. Namun, alhamdulillah, Allah SWT memberikan jalan. Waktu itu di daerah Gasek sudah ada Yayasan Sabilurrosyad yang sudah memiliki lahan luas. Namun, setelah beberapa tahun didirikan Yayasan ini belum bisa berkiprah secara optimal. Akhirnya Kyai Marzuki bekerjasama dengan Yayasan Sabilurrosyad mendirikkan sebuah pesantren dengan Nama Sabilurrosyad.

Selain sibuk membimbing para santri, kyai yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Bahasa Arab Universitas Islam Malang ini juga disibukkan dengan urusan ummat. Tiada hari tanpa memberikan pengajian atau mauidzhoh kepada umat. Mulai mengisi pengajian dari masjid ke majid, blusukan keliling kampung dan lain sebagainya. Saat ini, Kyai Marzuki juga aktif di berbagai organisasi kegamaan di antara sebagai Ketua Tanfidiyah PCNU Kota Malang dan anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang. Kedalaman ilmunya sangat dirasakan oleh umat. Sebagai contoh beliau menyusun sebuah kitab, tentang dasar-dasar atau dalil-dali amaliyah yang dilakukan oleh warga nahdhiyyin. Melalui kitab ini, Kyai Marzuki ingin membuka mata umat bahwa amalan mereka ada dasar hukumnya, sekaligus menjawab tuduhan-tuduhan orang-orang yang tidak setuju dengan sebagian amaliayh warga Nahdhiyyin. Saking hebat dan lugasnya beliau menerangkan itu semua, sampai-sampai Kyai Baidhowi, Ketua MUI Kota Malang memberi julukan "Hujjatu NU". "Kalau Imam al-Ghozali dikenal sebagai Hujjatul Islam, maka Kyai Marzuki ini Hujjatu NU" Demikian pernyataan Kyai Baidhowi dalam beberapa kesempatan.    

Meski kegiatan beliau sangat padat, namun, Kyai yang juga penasehat FKUB ini tetap berusaha untuk menjadi orangtua yang baik. Beliau begitu dekat dan akrab dengan anak-anak beliau yang masih kecil-kecil itu. Tak jarang pula, beliau ikut mengantarkan atau menjemput putra putri beliau sekolah. Dari hasil pernikahan dengan Bu Nyai Saidah, Kyai marzuki dikaruniai tujuh orang putra. Dua laki-laki dan lima perempuan. Semua putra putrinya disekolahkan di SD Sabilillah Blimbing. Kecerdasan Kyai Marzuki sepertinya menurun kepada putra-putrinya, terbukti dengan nilai mereka yang seringkali mendapat nilai sempurna termasuk pelajaran eksakta. Bahkan beberapa waktu yang lalu putri beliau menjadi juara Olimpiade Matematika di Yogyakarta.



Sumber : http://www.pesantren-gasek.net/index1.php?kode=25

Ciri-Ciri Wali yang Mursyid

oleh: verarl 
Pengarang : Syaikhul Akbar Ibnu Araby

ciri-ciri dari seorang mursyid yang wali :

>Syarat lainya yang mutlak harus dimiliki seorang wali yang mursyid adalah mereka berpegang teguh pada Qu’ran dan Hadist tidak pernah meninggalkan syariah dan sunnah. Karena tak ada tariqah tanpa syariah, karena seumpama syariah adalah penerang untuk menjalani jalan tariqah agar tak tersesat dan menuju hakikat. Imam Malik, Imam Mazhab Maliki mengatakan Syariat tanpa tasawuf adalah zindik, dan tasawuf tanpa syariat adalah sesat.

>Dan salah satu ciri para wali biasanya mereka tersembunyi, meskipun begitu mereka sangat terkenal diantara para kekasih Allah.

>Selama bermursyid dengan seorang yang wali anda akan menganggap kematian adalah sebuah anugerah dan hadiah dari Allah, tapi jika anda semakin takut mati maka carilah mursyid yang lain.

>Seorang yang wali dapat mengetahui dan menyembuhkan penyakit fisik dan jiwa muridnya.

>Bila mendengarkan ceramah dari Mursyid tasawuf yang Wali Allah, maka ia akan mendapatkan ilmu sekaligus Hikmah. Hikmah didapatkan dari mendengarkan langsung dan bersama Wali Allah, Ketika kita mendengar seorang Kekasih Allah/Wali Allah bicara, maka ilmu rasa yang ditransfer langsung kedalam kalbu kita. Hikmah adalah RASA, pertemuan langsung dengan Para Wali Allah. Berjamaah dengan wali Allah, bagaikan ibadah 70 tahun, maka carilah para Wali Allah. Itulah sebabnya Umar ra ketika berencana membunuh Nabi saw dan ketika berhadapan langsung dengan Nabi saw, maka ia masuk islam. Inilah ilmu Rasa yang ditransfer melalui tatapan mata, melalui pertemuan langsung, ilmu para Nabi dan Kekasih Allah, yang merubah benci menjadi cinta. Ilmu Wali Allah bekerja dengan dua cara , dari luar dan dari dalam, dari luar berupa ucapan, dari dalam berupa ilham ilahiah yg dimasukkan kehati setiap muridnya. Dan ketika muridnya melakukannya ia merasakan hal itu dari inspirasinya sendiri sehingga ia ihklas melakukannya tanpa beban sedikitpun. Itulah cara kerja Wali Allah dalam membersihkan dan membenahi para muridnya.

>Bila Awliya Allah duduk berdampingan dengan orang lain, maka orang itu akan merasa “senang” karena pada saat duduk dengan Awliyaullah, mereka akan diberikan energi positif yang mereka peroleh dari ibadah-ibadah mereka di malam dan siang hari sedangkan energi negative berupa beban-beban orang tersebut akan dibawa Awliyaullah. Karena duduk bersama oranglain bagi Awliyaullah adalah ibadah, meskipun kadang kala mereka tidak mau duduk dengan orang lain karena mereka sepenuhnya ambruk. Seperti dikisahkan Mawlana Syaikh Nazim qs "Aku tidak akan menyebutkan siapa, tapi sebuah delegasi mufti dari sebuah Negara di Eropa, bukan di Eropa tapi ditempat lain mereka datang kepadaku dan duduk bersamaku selama 5 jam. Mereka penuh dengan energi negatif. Semua bicara kepadaku dan aku tidak mampu bergerak lagi “ sehingga beliau perlu istirahat untuk kembali memulihkannya.

>Ada Syaikh yang memberikan nasehat dan ada Syaikh atau Wali yang memberikan bimbingan. Syaikh yang memberikan nasehat, maka bila nasehat tersebut akan kalian terima atau kalian tolak, maka mereka tidak peduli lagi. Tetapi Syaikh atau Wali yang memberikan bimbingan, maka dia akan membimbing kalian suka atau kalian tidak suka, dia akan mengawasi kalian dan menjaga sampai kalian sanggup untuk melakukannya sendiri, dia menjaga kalian sadar atau pun kalian tidak menyadarinya.

>Sang Pembimbing Ruhani Sejati para Wali Allah. tak butuh uang anda, tak butuh pujian, mereka orang yg ikhlas bekerja sepanjang hari tak kenal lelah tanpa bayaran, cukup Allah dan Rasulullah saw bagi mereka. Ketika kalian akan menyebrang padang pasir yang tak dikenal, kalian perlukan penunjuk jalan, agar tak tersesat, agar tahu bahaya yg menanti disetiap langkah. Tentu saja penunjuk jalan itu telah berhasil melalui padang pasir itu berkali2. Mereka yang dikuasai ego, memerlukan bimbingan guru ruhani sejati yg telah mengalahkan egonya, dan mengetahui cara memotong tangan2 gurita ego dari korbannya. Setiap orang perlu mencari Wali Allah sebagai pembimbing, bukan hanya ulama biasa yang terkadang masih memiliki ego yang tinggi.

Ilmu Ulama biasa dibanding Wali Allah, ilmunya bagai setetes air dari samudera ilmu wali Allah, ilmu Wali bagai setets dari samudera ilmu para sahabat, sedang ilmu para Sahabat bagai setetes dari samudera ilmu para Nabi, dan ilmu para Nabi bagai setetes dari samudera ilmu Rasulullah dan ilmu Rasulullah bagai setetes dari samudera ilmu Allah SWT. Carilah seorang mursyid yang Wali Sejati yang hidup semasa dengan murid yang akan membimbing kalian. Karena begitu banyak jalan tariqah sufi ini telah ditunjukkan, tetapi ego selalu menolak. Ketika kita akan melangkah kepada yang Haqq, maka seratus setan dalam bentuk manusia, jin mencegah kalian untuk mendekati yang Haqq. Berjuanglah untuk mencari yang Haqq. Ada dua kubu dalam islam, Islam yang Penuh Cinta dan Islam yang penuh kebencian. Hanya jalan CINTA yang nanti akan Allah ridhoi. Hanya jalan cinta yang merupakan jalan Nabi saw. Mengapa kalian tak megikuti Nabi saw ketika dihujani batu di Thaif tetapi tetap mendoakan umatnya agar selamat, tanpa dendam, itulah jalan cinta.

Semoga Allah menyampaikan kita pada jalan Nya yang benar dan semoga kita memperoleh mursyid dari Wali Allah sejati amin. Alhamdulillah kami juga telah merampungkan “ Menghadirkan Wajah Mursyid Sebagai Adab yang Utama “ yang pada akhirnya akan membawa murid menemukan realitasnya yaitu mengenal Allah SWT, seperti sabda Rasulallah SAW :“ Jadilah kamu bersama Allah, apabila tidak bersama Allah maka jadilah kalian bersama orang yang sudah bersama Allah, maka sesungguhnya orang itu bisa membawamu kepada Allah “. (HR. Abu Daud)


Sumber : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=359990014072582&set=at.239031306168454.56103.100001847580504.100000570175472&type=1&theater

Kamis, 05 Juli 2012

Sluku-sluku Bathok



Oleh : KH. 

Islam bukan Arab, tapi tak bisa dipisahkan dari Arab. Sesulit apa pun, ketika berislam, orang terpaksa sedikit-banyak berarab juga, setidak-tidaknya dalam bahasa.
Pernahkah kau bayangkan, betapa asingnya agama ini ketika pertama kali datang di Jawa? Hanya separuh (15 dari 29) fonem Arab (dari huruf Hijaiyyah) punya padanan dalam fonem Jawa (dari Honocoroko). Sedangkan transliterasi pun tidak mungkin: bagaimana menulis “kho” atau “dzal”, misalnya, dengan aksara Jawa?
Karena itu, para pionir Islam di tanah Jawa mentolerir “transfoni”, alih bunyi: “dho” jadi “lo” (“dhuhur” jadi “luhur”), “‘ain” jadi “ngo” (“‘ashr” jadi “ngasar”) dan seterusnya. Bahkan, sangking repotnya memperkenalkan Islam kepada basis budaya yang begitu jauh jaraknya ini, dengan sengaja dijalankan strategi “alter-foni” (“plesetan” bunyi).
Tokoh-tokoh Semar, Gareng, Petruk dan Bagong tidak dikenal dalam babon pewayangan yang asli dari India. Itu adalah tokoh-tokoh kreasi Sunan Kalijogo. Sepintas, nama-namanya terdengar sebagai nama-nama Jawa. Tapi nama harus punya makna. Dan nama Jawa mestinya bisa dimaknai berdasarkan bahasa Jawa.
Joko Santoso, misalnya. “Joko” artinya perjaka. “Santoso”: sehat (tidak sakit dan tidak cacat, baik lahir maupun batin). Maka, kalau cari menantu, pilihlah joko santoso. Tapi kalau sesudah kawin dia tidak ganti nama, itu namanya kebohongan publik!
Susilo Bambang Yudhoyono. “Su” = baik, “silo” = lagak-lagu. “Bambang” = laki-laki tampan. “Yudho” = perang, “yono” = beruntung alias bejo sekaligus slamet.
Bagaimana dengan Semar, Gareng, Petruk, Bagong?
Saya punya Kamus Bahasa Jawa susunan Zoetmulder, tebalnya 10 sentimeter. Sudah berulang kali saya membelasah halaman-halaman kamus itu, tak saya temukan satu pun entri yang bisa menjelaskan makna dari nama-nama tersebut! Maklum, nama-nama itu sebenarnya merupakan alter-foni dari lafadh-lafadh Arab:

شمر خيرا فاترك بغـيا

Syammir (semar) khoiron (gareng) fatruk (petruk) baghyan (bagong)
Artinya: bersegeralah (kepada) kebaikan kemudian (segera) tinggalkanlah kebangsatan.
Diantara tembang mainan yang paling populer bagi masyarakat Jawa adalah “Sluku-sluku Bathok”:
Sluku-sluku bathok
bathoke ela-elo
si romo menyang solo
leh-olehe payung muntho
pak jenthit lolo lobah
wong mati ora obah
yen obah medeni bocah
yen urip goleko dhuwit
Tembang ini entah siapa yang menciptakan. Terkadang dinisbatkan kepada Sunan Kalijogo, terkadang Pangeran Sambernyowo (Mangkunegoro I), atau entah siapa lagi, tergantung penafsiran tentang kata “solo” –apakah itu nama daerah seperti yang kita kenal sekarang atau yang lain? Dibutuhkan penelitian lebih serius untuk memastikannya. Yang jelas, tidak mungkin memahami makna tembang itu berdasarkan khazanah bahasa Jawa, karena sebagian besar baik-baitnya merupakan alter-foni dari kalam-kalam Arab:

اسلك اسلك بطنك

usluk, usluk bathnak

بطنك لا اله الا الله

bathnuka laa ilaaha illallaah

سرما يصل

sirru maa yashilu

لااله الاالله فيموت

laa ilaaha illallaah fayamuutu

فجد د الليل لبه

fajaddid allaila lubbah
Artinya:
Jalankanlah, jalankanlah batinmu
Batinmu (melantunkan): laa ilaaha illallaah
Rahasia yang akan bertemu
(Mengucap) Laa ilaaha illallah kemudian (langsung) mati
Maka perbaruilah (imanmu dengan ucapan laa ilaaha illallaah) pada malam ini, yaitu pada tengah (malam)-nya.
Selebihnya (“wong mati ora obah / yen obah medeni bocah / yen urip goleko dhuwit”) memang sepenuhnya kalimat-kalimat Jawa (“orang mati tidak bergerak / kalau bergerak menakuti kanak-kanak / kalau hidup mencari duit”), merupakan penjelasan metaforis atas salah satu aforisma dalam kitab “Al Hikam” karya Asy Syaikh Muhammad ibn ‘Athoillah As Sakandari:

الاعمال صور قائمة وارواحها وجود سر الاخلاص فيها

(Amal itu [barulah] merupakan sosok yang siaga. Nyawanya adalah eksistensi rahasia ikhlas didalamnya)
Hingga sekarang, kecenderungan alter-foni itu masih kental pada orang Jawa. Salah seorang anggota jama’ah KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) “Al Ibriz”, Rembang, bernama Mbah Juliyah, seorang perempuan tua yang sejak kecil tidak memperoleh pendidikan agama dan belum lama mulai menjalankan ibadah. Entah apakah “Juliyah” itu alter-foni dari “jaliyyah” (perempuan yang mengkilat) atau hanya karena ia lahir di bulan Juli.
Kepada semua anggota jama’ah, sejak penataran manasik telah diajarkan doa “sapu jagad”, yaitu “robbanaa aatinaa fid dun-yaa…” dan seterusnya hingga “…waqinaa ‘adzaaban naar”. Saat itu Mbah Juliyah pun kelihatan tekun mengikuti dan komat-kamit menirukan doa yang dituntunkan oleh pembimbing KBIH. Sepulang dari tanah suci, dirubung oleh sanak-keluarga, para tetangga dan handai-taulan, Mbah Juliyah memimpin doa,
“Robbanaa aatinaa fidun-yaa yang benar….”

Sumber : http://teronggosong.com/articles/staquf/sluku-sluku-bathok

Rabu, 04 Juli 2012

Jasa Bung Karno Dalam Menjaga Makam Imam Bukhori

soekarno

r. Soekarno meminta pemerintah Uni Soviet agar segera memperbaikinya. Ia bahkan sempat menawarkan agar makam dipindahkan ke Indonesia apabila Uni Soviet tidak mampu merawat dan menjaga makam tersebutEmas seberat makam Imam Bukhari akan diberikan sebagai gantinya…
SAAT itu. Jumat (25/11), tim ekspedisi tengah melintas Kota Samarkand, Uzbekistan, dalam perjalanan menuju Turkmenistan. Langit sudah gelap.
Kompleks makam Imam Bukhari yang megah terlihat laksana istana raja. Penerangan di sana seadanya karena sudah tidak ada lagi peziarah yang berkunjung.
Imam Bukhari ialah seorang pengumpul hadis sahih Nabi Muhammad SAW. Makamnya terletak di Samarkand, Uzbekistan. Tim Fas-tron Europe-Asia Metro TV Expedition 2011 mendapat kesempatan langka berziarah ke sana, bahkan langsung masuk ke ruang bawah tanah tempat jenazah Imam Bukhari bersemayam. Padahal biasanya para peziarah yang berasal dari berbagai suku bangsa hanya boleh masuk sampai ruang atas kompleks permakaman.
Kompleks serta-merta menjaditerang benderang kala perwakilan ekspedisi menemui pengelola makam dan mengungkapkan bahwa rombongan berasal dari Indonesia dan ingin berziarah.
Tak lama kemudian, Rahmatullo Sultonov, juru kunci makam yang berjilbab, hitam, keluar dari bangunan dan langsung mengarah ke ruang bawah tanah makam Imam Bukhari. Anggota ekspedisi diminta melepaskan sepatu sebelum masuk ruangan yang beralaskan karpet warna hijau tersebut.
Ruangan berdinding batu bata itu mampu menampung sekitar 10 orang, dilengkapi bangku untuk para peziarah. Makam ada di tengah ruang, berselimutkan kain hitam, bertulisan Arab warna kuning. Nuansa begitu khidmat saat berada di sana.
Setelah mengajak anggota tim ekspedisi untuk membaca beberapa surah pendek Alquran, Rahmatulloberkisah, kompleks permakaman Imam Bukhari tidak mungkin seindah dan semegah itu tanpa peran Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia.
Ketika Uzbekistan masih termasuk Uni Soviet, Soekarno-dalam sebuah kunjungan kenegaraan ke Uni Soviet pada 1959-pernah meminta petinggi Partai Komunis untuk mencarikan makam orang suci Islam yang sangat terkenal bernama Imam Bukhari.
Setelah tiga hari pencarian, makam Imam Bukhari ditemukan. Soekarno naik kereta dari Moskow ke Samarkand, tempat Bukhari meninggal dunia dan jenazahnya dimakamkan sekitar tahun 870.
“Beliau tiba pada malam hari dan langsung membaca Alquran sampai pagi hari, tidak tidur,” lanjut Rahmatullo seperti diterjemahkan Temur Mirzaev, rekanan Kedutaan Besar Republik Indonesia sekaligusdosen bahasa Indonesia di Institute of Oriental Studies, Tashkent.
Saat ditemukan, makam dalam kondisi tidak terurus. Soekarno meminta pemerintah Uni Soviet agar segera memperbaikinya. Ia bahkan sempat menawarkan agar makam dipindahkan ke Indonesia apabila Uni Soviet tidak mampu merawat dan menjaga makam tersebut. Emas seberat makam Imam Bukhari akan diberikan sebagai gantinya.
“Bangsa Indonesia sangat berjasa bagi keberlangsungan makam Imam Bukhari. Sebenarnya makam sudah tutup untuk pengunjung karena hari sudah malam. Tapi, karena orang Indonesia yang datang, makanya dibukakan,” tutur Temur.
Juru kunci menutup ziarah dengan doa dan suasana pun mendadak hening. Dalam doanya, ia berharap perjalanan tim ekspedisi sukses dan selamat sampai tujuan.  
Bung Karno Mencari Makam Imam Bukhori
DI Tashkent tidak ada jalan bernama Bung Karno. Tapi bukan berarti rakyat Uzbekistan ini tidak mengenal presiden pertama Republik Indonesia itu.
Tidak banyak yang tahu kalau Bung Karno adalah penemu makam Imam Al Bukhari, seorang perawi hadist Nabi Muhammad SAW. Begini ceritanya. Tahun 1961 pemimpin tertinggi Partai Komunis Uni Soviet sekaligus penguasa tertinggi Uni Soviet Nikita Sergeyevich Khrushchev mengundang Bung Karno ke Moskow. Kayaknya Khrushchev hendak menunjukkan pada Amerika bahwa Indonesia berdiri di belakang Uni Soviet.
Karena bukan orang lugu, Bung Karno tidak mau begitu saja datang ke Moskow. Bung Karno tahu, kalau Indonesia terjebak, yang paling rugi dan menderita adalah rakyat. Bung Karno tidak mau membawa Indonesia ke dalam situasi yang tidak menguntungkan. Bung Karno juga tidak mau Indonesia dipermainkan oleh negara mana pun.
Bung Karno mengajukan syarat. Kira-kira begini kata Bung Karno, “Saya mau datang ke Moskow dengan satu syarat mutlak yang harus dipenuhi. Tidak boleh tidak.”
Khrushchev balik bertanya, “Apa syarat yang Paduka Presiden ajukan?”
Bung Karno menjawab, “Temukan makam Imam Al Bukhari. Saya sangat ingin menziarahinya.”
Jelas saja Khrushchev terheran-heran. Siapa lagi ini Imam Al Bukhari. Dasar orang Indonesia, ada-ada saja. Mungkin begitu sungutnya dalam hati. Tidak mau membuang waktu, Khrushchev segera memerintahkan pasukan elitnya untuk menemukan makam dimaksud. Entah berapa lama waktu yang dihabiskan anak buah Khrushchev untuk menemukan makam itu, yang jelas hasilnya nihil.
Khrushchev kembali menghubungi Bung Karno. “Maaf Paduka Presiden, kami tidak berhasil menemukan makam orang yang Paduka cari. Apa Anda berkenan mengganti syarat Anda?”
Bung Karno tersenyum sinis. “Kalau tidak ditemukan, ya udah, saya lebih baik tidak usah datang ke negara Anda.”
Kalimat singkat Bung Karno ini membuat kuping Khrushchev panas memerah. Khrushchev balik kanan, memerintahkan orang-orang nomor satunya langsung menangani masalah ini. Nah, akhirnya setelah bolak balik sana sini, serta mengumpulkan informasi dari orang-orang tua Muslim di sekitar Samarkand, anak buah Khrushchev menemukan makam Imam kelahiran Bukhara tahun 810 Masehi itu. Makamnya dalam kondisi rusak tak terawat.
Imam Al Bukhari yang memiliki pengaruh besar bagi umat Islam di Indonesia itu dimakamkan di Samarkand tahun 870 M.
Khrushchev memerintahkan agar makam itu dibersihkan dan dipugar secantik mungkin.
Selesai renovasi, Khrushchev menghubungi Bung Karno kembali. Intinya, misi pencarian makam Imam Al Bukhari berhasil. Sambil tersenyum Bung Karno mengatakan, “Baik, saya datang ke negara Anda.” Setelah dari Moskow, tanggal 12 Juni 1961 Bung Karno tiba di Samarkand. Sehari sebelumnya puluhan ribu orang menyambut kehadiran Pemimpin Besar Revolusi Indonesia ini di Kota Tashkent.

Adzan

Adzan adalah media luar biasa untuk mengumandangkan tauhid terhadap Maha yang Maha Kuasa dan risalah (kenabian) Nabi Muhammad saw. Adzan juga merupakan panggilan shalat kepada umat Islam, yang terus bergema di seluruh dunia lima kali setiap hari. Betapa mengagumkan suara adzan itu, dan bagi umat Islam di seluruh dunia, adzan merupakan sebuah fakta yang telah mapan. Indonesia misalnya, sebagai sebuah negara terdiri dari ribuan pulau dan dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

1. Kalimat Penyeru Yang Mengandung “Kekuatan Supranatural”
Ketika azan berkumandang, kaum yang bukan sekedar muslim, tetapi juga beriman, bergegas meninggalkan seluruh aktivitas duniawi dan bersegera menuju masjid untuk menunaikan salat berjamaah. Simpul-simpul kesadaran psiko-religius dalam otak mereka mendadak bergetar hebat, terhubung secara simultan, dan dengan totalitas kesadaran seorang hamba (abdi) mereka bersimpuh, luruh dalam kesyahduan ibadah shalat berjamaah.

2. Asal Mula Yang Menakjubkan:
Pada jaman dulu, Rasulullah Saw. kebingungan untuk menyampaikan saat waktu shalat tiba kepada seluruh umatnya. Maka dicarilah berbagai cara. Ada yang mengusulkan untuk mengibarkan bendera pas waktu shalat itu tiba, ada yang usul untuk menyalakan api di atas bukit, meniup terompet, dan bahkan membunyikan lonceng. Tetapi semuanya dianggap kurang pas dan kurang cocok.
Adalah Abdullah bin Zaid yang bermimpi bertemu dengan seseorang yang memberitahunya untuk mengumandangkan adzan dengan menyerukan lafaz-lafaz adzan yang sudah kita ketahui sekarang. Mimpi itu disampaikan Abdullah bin Zaid kepada Rasulullah Saw. Umar bin Khathab yang sedang berada di rumah mendengar suara itu. Ia langsung keluar sambil menarik jubahnya dan berkata: ”Demi Tuhan Yang mengutusmu dengan Hak, ya Rasulullah, aku benar-benar melihat seperti yang ia lihat (di dalam mimpi). Lalu Rasulullah bersabda: ”Segala puji bagimu.”
yang kemudian Rasulullah menyetujuinya untuk menggunakan lafaz-lafaz adzan itu untuk menyerukan panggilan shalat.

3. Adzan Senantiasa Ada Saat Peristiwa2 Penting:
Adzan Digunakan islam untuk memanggil Umat untuk Melaksanakan shalat. Selain itu adzan juga dikumandangkan disaat-saat Penting. Ketika lahirnya seorang Bayi, ketika Peristiwa besar.

Peristiwa besar yang dimaksud adalah
-Fathu Makah:
Pembebasan Mekkah merupakan peristiwa yang terjadi pada tahun 630 tepatnya pada tanggal 10 Ramadan 8 H, dimana Muhammad beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekkah, dan kemudian menguasai Mekkah secara keseluruhan, sekaligus menghancurkan berhala yang ditempatkan di dalam dan sekitar Ka’bah. Lalu Bilal Mengumandangkan Adzan Diatas Ka’bah

-Perebutan kekuasaan Konstatinopel:
Konstantinopel jatuh ke tangan pasukan Ottoman, mengakhiri Kekaisaran Romawi Timur. Lalu beberapa perajurit ottoman masuk kedalam Rampasan terbesar Mereka Sofia, lalu mengumandangkan adzan disana sebagai tanda kemenangan mereka.

4. Adzan Sudah Miliyaran kali Dikumandangkan:
Sejak pertama dikumandangkan sampai saat ini mungkin sudah sekitar 1500 tahunan lebih adzan dikumandangkan. Anggaplah setahun 365 hari. Berarti 1500 tahun x 365 hari= 547500 dan kalikan kembali dengan jumlah umat islam yang terus bertambah tiap tahunnya. Kita anggap umat islam saat ini sekitar 2 miliyar orang dengan persentase 2 milyar umat dengan 2 juta muadzin saja.
Hasilnya = 547500x 2.000.000 = 1.095.000.000.000 dikalikan 5 = 5.475.000.000.000

5. Adzan Ternyata Tidak Pernah Berhenti Berkumandang
Begitu fajar fajar menyingsing di sisi timur Sulawesi, di sekitar 5:30 waktu setempat, maka adzan subuh mulai dikumandangkan. Ribuan Muadzin di kawasan timur Indonesia mulai mengumandangkan tauhid kepada yang Maha Kuasa, dan risalah Muhammad saw.

Proses itu terus berlangsung dan bergerak ke arah barat kepulauan Indonesia. Perbedaan waktu antara timur dan barat pulau-pulau di Indonesia adalah satu jam. Oleh karena itu, satu jam setelah adzan selesai di Sulawesi, maka adzan segera bergema di Jakarta, disusul pula sumatra. Dan adzan belum berakhir di Indonesia, maka ia sudah dimulai di Malaysia. Burma adalah di baris berikutnya, dan dalam waktu beberapa jam dari Jakarta, maka adzan mencapai Dacca, ibukota Bangladesh. Dan begitu adzan berakhir di Bangladesh, maka ia ia telah dikumandangkan di barat India, dari Kalkuta ke Srinagar. Kemudian terus menuju Bombay dan seluruh kawasan India. Srinagar dan Sialkot (sebuah kota di Pakistan utara) memiliki waktu adzan yang sama. Perbedaan waktu antara Sialkot, Kota, Karachi dan Gowadar (kota di Baluchistan, sebuah provinsi di Pakistan) adalah empat puluh menit, dan dalam waktu ini, (Dawn) adzan Fajar telah terdengar di Pakistan. Sebelum berakhir di sana, ia telah dimulai di Afghanistan dan Muscat. Perbedaan waktu antara Muscat dan Baghdad adalah satu jam. Adzan kembali terdengar selama satu jam di wilayah Hijaz al-Muqaddas (Makkah dan Madinah), Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak.
Perbedaan waktu antara Bagdad dan Iskandariyah di Mesir adalah satu jam. Adzan terus bergema di Siria, Mesir, Somalia dan Sudan selama jam tersebut. Iskandariyah dan Istanbul terletak di bujur geografis yang sama. Perbedaan waktu antara timur dan barat Turki adalah satu setengah jam, dan pada saat ini seruan shalat dikumandangkan. Iskandariyah dan Tripoli (ibukota Libya) terletak di lokasi waktu yang sama. Proses panggilan Adzan sehingga terus berlangsung melalui seluruh kawasan Afrika. Oleh karena itu, kumandang keesaan Allah dan kenabian Muhammad saw yang dimulai dari bagian timur pulau Indonesia itu tiba di pantai timur Samudera Atlantik setelah sembilan setengah jam. Sebelum Adzan mencapai pantai Atlantik, kumandang adzan Zhuhur telah dimulai di kawasan timur Indonesia, dan sebelum mencapai Dacca, adzan Ashar telah dimulai. Dan begitu adzan mencapai Jakarta setelah kira-kira satu setengah jam kemudian, maka waktu Maghrib menyusul. Dan tidak lama setelah waktu Maghrib mencapai Sumatera, maka waktu adzan Isya telah dimulai di Sulawesi! Bila Muadzin di Indonesia mengumandangkan adzan Fajar, maka muadzin di Afrika mengumandangkan adzan untuk Isya.

Maa syaa Allah Laa quwwata Illa Billaah

Sumber : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=416668978384727&set=a.149713835080244.48352.100001248845371&type=1

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons