Lahir
Di Malang pada Tahun 1341 H/1923 M. Wafat 22 Rabiul Tsani 1416 H (19
September 1995). Dimakamkan di pemakaman umum Kasin, Malang. Pendidikan
Madrasah Attaraqqie Malang. Putra/Putri 4 Orang.
Perjuangan/Pengabdian :
Kepala Madrasah Attaraqqie Malang, Ketua Majelis Tahkim Masjid Agung Jami' Malang, Rois Syuriyah NU Cabang Kota Malang, Perintis Majelis Taklim Al Islami Kota dan Kabupaten Malang, dan mengajar di beberapa masjid, termasuk di Masjid Agung Jami' Malang.
Kepala Madrasah Attaraqqie Malang, Ketua Majelis Tahkim Masjid Agung Jami' Malang, Rois Syuriyah NU Cabang Kota Malang, Perintis Majelis Taklim Al Islami Kota dan Kabupaten Malang, dan mengajar di beberapa masjid, termasuk di Masjid Agung Jami' Malang.
Ulama Kharismatik, yang Gigih Berdakwah
Nama
Al Ustadz Al Habib Alwi bin Salim bin Ahmad Alaydrus di kalangan
masyarakat Kota dan Kabupaten Malang sangat berpengaruh. Bahkan, karena
kealiman ilmunya, tokoh ulama kharismatik, yang akrab dipanggil Ustadz
Alwi ini sangat disegani. Tidak hanya para habaib, kiai, ustadz, dan
tokoh masyarakat, tapi para pejabat. Karenanya, beliau dijadikan panutan
dalam menentukan suatu hukum Islam yang berkembang saat itu.
Ustadz
Alwi dilahirkan di Malang pada tahun 1341 Hijriyah, bertepatan pada
tahun 1923 M. Ketika usia 4 tahun, beliau telah ditinggal wafat ayahnya,
Al Habib Salim bin Ahmad Alaydrus. Beliau merupakan putra kedua, dari
tiga bersaudara, masing-masing Habib Ahmad bin Salim Alaydrus, dan Habib
Hasan bin Salim Alaydrus, semuanya telah dipanggil Allah SWT.
Menurut
Habib Sholeh bin Ahmad Alaydrus, keponakan Ustadz Alwi, sewaktu kecil,
Ustadz Alwi belajar Al Qur'an dari Syekh Ahmad Kodah, dan menuntut ilmu
di Madrasah Attaraqqie di Embong Arab, yang kini menjadi Jl Syarif Al
Qodri. Diantara guru-guru beliau, Habib Hasyim, Habib Muhammad, Habib
Aqil bin Ali bin Yahya (mereka bertiga itu bersaudara).
Sekitar
akhir tahun 1944 M, Ustadz Alwi belajar kepada Al Ustadz Imam Al Habr
Al Quthub Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih ra, Pendiri dan
Pengasuh Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah Malang. Pada waktu itu,
Habib Abdul Qodir Bilfaqih baru pindah dari Mojokerto ke Malang, dan
kemudian oleh Habib Sholeh bin Muhammad Mauladdawilah (ayahanda Habib
Baqir bin Sholeh Mauladdawilah) diangkat menjadi Kepala Madrasah
Attaraqqie.
Sejak itu, Ustadz
Alwi mendapat perhatian khusus dari Habib Abdul Qodir Bilfaqih. Sebab
Habib Abdul Qodir mengetahui, jika Ustadz Alwi bakal mewarisi ilmu
kakeknya, yakni Al Imam Al Kutub Al Habib Abdullah bin Abi Bakar
Alaydrus Al Akbar, seorang ulama besar yang meninggal di Kota Tarim,
Hadramaut, Yaman Selatan.
"Karenanya,
kemanapun Habib Abdul Qodir Bilfaqih berdakwah dan mengajar, ustadz
Alwi selalu bersamanya. Hal tersebut berjalan sekitar 18 tahun. Selama
itu, beliau menggali berbagai macam ilmu agama, baik yang tersurat
maupun yang tersirat dari Habib Abdul Qodir. Kemudian, Ustadz Alwi
diminta menggantikan posisi Habib Abdul Qodir sebagai Kepala Madrasah
Attaraqqie,'' kata Habib Sholeh bin Ahmad Alaydrus, yang juga cucu
menantu Habib Abdul Qodir Bilfaqih.
Namun, dalam perjalanannya, karena selain mengajar di Attaraqqie beliau juga mengajar ngaji di masjid-masjid dan berbagai daerah di Kota dan Kabupaten Malang, jabatan Kepala Madrasah Attaraqqie digantikan kakaknya, yakni Habib Ahmad bin Salim Alaydrus (ayahanda Habib Sholeh bin Ahmad Alaydrus) pada 1968. Itupun karena permintaan umat Islam di Malang yang haus akan ilmu-ilmu dan hikmah yang disampaikan Ustadz Alwi.
Namun, dalam perjalanannya, karena selain mengajar di Attaraqqie beliau juga mengajar ngaji di masjid-masjid dan berbagai daerah di Kota dan Kabupaten Malang, jabatan Kepala Madrasah Attaraqqie digantikan kakaknya, yakni Habib Ahmad bin Salim Alaydrus (ayahanda Habib Sholeh bin Ahmad Alaydrus) pada 1968. Itupun karena permintaan umat Islam di Malang yang haus akan ilmu-ilmu dan hikmah yang disampaikan Ustadz Alwi.
Setelah
itu, beliau mencurahkan waktu dan harta bendanya untuk kepentingan
dakwah dan kajian-kajian ilmu, terutama akhlak dan fiqih. Banyak para
kiai sepuh, dan kiai muda, termasuk juga para ustadz dan masyarakat yang
mengkaji ilmu di kediaman rumah beliau di Tanjung No 7, yang sekarang
menjadi Jl. IR Rais Malang.
Beliau
juga mengajar di Masjid Agung Jami' Malang mulai sekitar tahun 1969-an,
dengan rujukan kitab Riyadhus Sholihin. Di sela-sela kesibukan
berdakwah, beliau juga menjadi Ketua Majlis Tahkim Masjid Agung Jami'
Malang pada 1986-1995, dan menjadi Rois Syuriyah NU Cabang Kota Malang
mulai tahun 1971 sampai 1977.
Pada
1 Oktober 1981, Ustadz Alwi bersama H. Samsul Arif Zaki dan 11 orang
lainnya, yang waktu itu masih aktif di Pengurus NU, GP Ansor Cabang Kota
Malang mendirikan Majlis Taklim Al Islami, yang kemudian kelompok
pengajian itu menyebar ke berbagai daerah.
Upaya
menegakkan ajaran Islam ala Ahlussunnah wal Jama'ah, yang bernafas
Islamiyah, Sunni, dan Syafi'iyah, pada tahun 1989 ustadz Alwi mendirikan
Pesantren Darut Taklim wad Dakwah di Bumiayu, Kedungkandang, yang
tanahnya dibeli sendiri, dan kini diteruskan keluarganya, terutama untuk
pengajian ibu-ibu muslimat, yang diasuh oleh ustadah (istri Ustadz
Alwi).
Tokoh ulama, yang hidup
sederhana dan ahli fiqih ini, menurut Habib Sholeh, sangat berhati-hati
dalam menerapkan hukum Islam. ''Beliau tidak pernah m
Bahkan, saking hati-hatinya ulama yang mempunyai referensi ribuan kitab ini, dalam menerapkan syariat Islam, sewaktu gigi depannya tanggal (patah). Beliau tidak mau mengimami shalat berjamaah, karena dikhawatirkan ketika melafalkan ayat-ayat Al Qur'an itu tidak fasih.
Bahkan, saking hati-hatinya ulama yang mempunyai referensi ribuan kitab ini, dalam menerapkan syariat Islam, sewaktu gigi depannya tanggal (patah). Beliau tidak mau mengimami shalat berjamaah, karena dikhawatirkan ketika melafalkan ayat-ayat Al Qur'an itu tidak fasih.
Kegigihan
beliau dalam berdakwah untuk menyebarkan ajaran Rasulullah SAW memang
sangat tinggi. Meski dalam keadaan kurang sehat, ataupun keadaan hujan,
perjalanan ke daerah-daerah pelosok desa, jika sudah waktunya, maka
dalam keadaan apapun akan berangkat. Tak peduli harus berjalan kaki,
hingga naik kuda ke daerah Baran, Tajinan, Buring dan beberapa daerah
pegunungan di kawasan Buring.
Pernah
suatu ketika, setelah ngaji di Ponpes Darus Sa'adah, Gubugklakah,
Poncokusumo, Ustadz Alwi malam itu memaksa harus pulang. Padahal waktu
itu sudah pukul 20.30 WIB, dengan alasan karena bakda Shubuh harus
mengajar ngaji di rumahnya. ''Akhirnya beliau diantar mobil. Namun,
sekitar 15 menit kemudian sopir sudah datang. Sewaktu melihat jam,
ternyata masih pukul 20.45 WIB, dengan terheran-heran sopir itu
mengatakan, jika ia telah mengantarkan bukan orang sembarangan.
Mengingat perjalanan Poncokusumo-Malang yang biasanya ditempuh sekitar 2
jam PP itu hanya ditempuh sekitar 15 menit,'' kata Ustadz H Nur
Hasanuddin, santri Ustadz Alwi, yang juga Pengasuh Ponpes Darus Sa'adah,
seraya menambahkan jika sejak saat itu, sopir yang 'nakal' tersebut
langsung tobat dan taat beribadah.
Ustadz
Alwi dipanggil Allah SWT pada Selasa 22 Rabiul Tsani 1416 H, bertepatan
pada 19 September 1995 sekitar pukul 04.30 WIB, setelah adzan Shubuh di
kediamannya dalam usia 72 tahun, dan dimakamkan di Pemakaman Umum
Kasin. Beliau wafat karena sakit gagal ginjal, sempat dirawat di rumah
sakit RST Soepraoen, Sukun Malang. Beliau meninggalkan seorang istri dan
empat anak, diantaranya dua putra, yakni Habib Abdullah bin Alwi
Alaydrus, dan Asadullah bin Alwi Alaydrus, yang belajar di Hadramaut,
Yaman, serta dua orang putri. (*)
0 komentar:
Posting Komentar