Panggilan akrabnya Gus Mik. Ia pelindung rakyat jelata. Kebeningan hati Kiai ini mempu menembus batas kelas dan agamaDi Hotel Elmi Surabaya, suasana kafe gaduh. Hentakan musik menggebrak setiap sudut ruangan. Kepulan asap rokok menyesakkan dada. Bau alkohol menusuk hidung. Seorang lelaki berwajah teduh duduk mengobrol di pojok kafe, tubuhnya sedang, rambutnya ikal. Sebatang rokok terselip di antara jari-jarinya. Ia ditemani beberapa orang.
Dari mulutnya meluncur kalimat-kalimat menyejukkan. Terkadang terdengar tawa segar. Kata banyak orang lelaki itu sering menghabiskan waktunya di kafe tersebut. Bahkan tidak hanya di Kafe Elmi, di beberapa diskotik Surabaya pun namanya banyak dikenal. Ia juga dikenal sebagai Kiai yang nyentrik.
Itulah dunia Kiai Hamim Jazuli alias Gus Mik. Ia adalah tokoh sentral kegiatan Semaan Al-Quran yang pengikutnya ribuan orang. Semaan adalah kegiatan membaca dan mendengarkan Al-Quran bersama-sama, dilakukan oleh banyak orang dalam sebuah majelis. Ia dikenal sebagai Kiai yang mengayomi umat, terutama rakyat jelata. Kekhasan gayanya dalam menyebarkan kebenaran sangat unik. Tidak seperti ulama lainnya, lahan garapannya adalah orang-orang pinggiran yang sering disebut “Manusia Malam.”
Banyak cerita yang beredar tentang almarhum Gus Mik. Mulai dari kehidupan sehari-harinya sampai keanehan-keanehan yang sering di luar nalar. Ia memang memiliki kelebihan yang unik. Hampir di sepanjang hayatnya ia dekat dengan kaum lemah dan papa, kaum pinggiran atau yang terpinggirkan. Ia lebih suka berpakaian trendi ketimbang surban, jubah atau sarung. Pergaulannya sangat luas. “Saya merasa dituntut untuk menguasai bahasa kata, bahasa gaul, dan bahasa hati,” katanya suatu ketika.
Tentang hal ini ia pernah berkata kepada sebuah majalah, “Kalau saya masuk ke tempat-tempat seperti diskotik, karaoke, saya hanya tertawa. Saya sendiri senang. Tetapi saya lebih tertarik pada pendapat seorang ulama terdahulu, jika tidak salah namanya Imam Ahmad bin Hambal. Kalau masuk ke tempat hiburan yang diharamkan oleh Islam, justru Imam Ahmad bin Hambal berdoa, di pintu pertama ia berdoa: Ya Allah, seperti halnya Kau buat orang-orang ini berpesta-pora di tempat seperti ini, semoga berpesta poralah di akhirat nanti.”
Sewaktu ia masih hidup, banyak orang memburunya, bahkan tidak sedikit yang merelakan waktunya berjam-jam, bahkan berhari-hari untuk dapat bertemu dengannya, walau hanya sekedar bersalaman. Tamunya berdatangan dari berbagai golongan, mulai dari tukang becak, santri, politikus, pejabat sampai jenderal. Mereka percaya bertemu dengan Gus Mik akan membawa berkah tersendiri. Mereka kebanyakan datang untuk minta nasihat tentang berbagai persoalan hidup.Gus Mik juga sering diminta memberikan nama seorang bayi yang baru lahir. “Dulu, pada usia 10 tahun, saya banyak didekati orang. Entah dikira saya itu apa, atau bagaimana. Bahasa orang-orang yang datang kepada saya ya ini-itu saja, minta restu, mengungkapkan kekurangan, banyak juga yang meminta doa supaya banyak rezeki. Orang yang mau melahirkan juga datang kepada saya, dikira saya ini bidan,” tuturnya suatu ketika.
Meski dikenal sebagai kiai kondang, Gus Mik sesungguhnya rendah hati. “Saya ini bukan kiai, bukan ulama. Saya adalah orang yang dipaksakan untuk dipanggil kiai. Saya cuma ingin benar dan tak ingin terlalu banyak salah,” katanya. Ia juga tak segan-segan membantu orang yang dalam kesusahan. Bisa dimakluni jika tamunya berjubel. Sampai-sampai pernah 18 hari 18 malam tidak tidur karena sibuk menerima tamu. Ia mengaku tak kuasa menolak tamu, yang minta doa untuk menyelesaikan berbagai masalah, mulai dari bisnis sampai soal perjodohan.
Selain rendah hati, sesungguhnya ia adalah orang yang sangat sederhana. Meski keluarganya tinggal di Kediri –dan tak seorangpun tahu alamatnya– jika suatu saat ia berada di Surabaya lebih suka tidur beralaskan kertas koran di rumah Pak Syafii, salah seorang sahabatnya. Kadang-kadang tidur di kursi plastik jebol ditemani sebuah teko kuningan berisi teh kental dan dua gelasnya, tak lupa sebuah asbak pebuh puntung rokok kretek. Ia memang perokok berat.
Dalam sebuah wawancara Gus Mik bilang, dia bukan apa-apa. “Kita jangan sekali-kali sok suci atau super bersih. Sebab di bumi ini ada dua penampilan. Pertama, penampilan sebagai manusia satu-satunya di bumi yang paling top, paling sukses, paling suci, paling bersih. Kedua, sebaliknya, sebagai manusia penghuni bumi yang bukan apa-apa. Saya hanyalah saya. Insyaallah kalau dalam jiwa kita sudah tertanam perasaan sebagai hamba Allah, akan tertanam pula rasa dosa, rasa salah, rasa kekurangan, sehingga keinginan untuk mohon pengampunan kepada Allah akan lebih besar dan meningkat, dan itu ternyata sulit. Termasuk saya sendiri, yang ngomong belum tentu bisa apa-apa,” katanya.Gus Mik lahir di Desa Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, sekitar 1940. Tanggal lahirnya tidak pernah disebutkan. Ia adalah anak lelaki ketiga KH. Ahmad Jazuli, pendiri Pondok Pesantren Al-Falah di kampung halamannya, Ploso. Sejak kecil ia memang sudah terlihat aneh. Ia mengaku sering dianggap aneh, bahkan tidak jarang ada yang mengatakan tidak waras. “Dari usia 11 tahun saya seperti orang sakit. Saya dianggap tidak waras. Kerja saya hanya di sungai, mancing terus menerus,” tuturnya.
Memang sejak kecil ia suka mengembara, sehingga orang tuanya tidak tahu di mana Khamim kecil berada. Bahkan oleh ayahnya ia pernah dianggap sebagai anak hilang, kebiasaan ini berlanjut hingga masa tuanya. Bukan rahasia lagi, orang sulit mencarinya. Bahkan banyak orang mengatakan, bisa bertemu dengan Gus Mik “jodoh-jodohan”. Kalau memang jodoh ya gampang. Kalau jodoh tak dicaripun ia muncul. Tetapi kalau tidak jodoh, dicari sampai sebulan pun belum tentu ketemu, ujar seorang wartawan yang pernah mengubernya.
Salah satu peninggalan Gus Mik yang tumbuh pesat sampai saat ini ialah semaan Al-Quran. Forum semaan mula-mula didirikan pada 1986 di Kampung Burengen, Kediri. Mula-mula pengikutnya hanya 10-15 orang, lama kelamaan ribuan. Tempatnya pun tidak hanya di masjid atau di rumah, tetapi sudah memasuki pendopo Kabupaten sampai Keraton. Tentang berdirinya jemaah semaan ini, Gus Mik bercerita:
“Dari berkelana, timbullah gagasan semaan Al-Quran. Saya ingin benar dan tak ingin salah terlalu banyak. Lalu saya mengambil langkah silang dengan mengatakan kepada pafa santri agar berkumpul sebulan sekali, mengobrol, guyon, santai. Syukur-syukur bisa menghibur diri dengan hiburan yang berbau ibadah yang menyentuh rahmat dan nikmat Allah. Kebetulan saya menemukan pakem bahwa pertemuan seperti itu dibarengi membaca dan mendengarkan Al-Quran. Syukur dari awal sampai akhir Allah akan memberikan rahmat dan nikmat-Nya. Jadi secara batiniyah, semaan Al-Quran adalah hiburan yang hasanah, yang baik, juga sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah, sebagai tabungan di hari akhir. Itu harus benar-benar diyakini oleh jemaah semaan Al-Quran.”Al_Quran memang mempunyai barakah. Dan menurut Gus Mik, orang yang mendengarkan dan membaca Al-Quran mendapat pahala yang sama. “Malah dalam sebuah ulasan, seorang ulama dikatakan, orang yang mendengarkan bacaan Al-Quran pahalanya lebih besar daripada yang membaca. Sebab yang mendengar lebih main hati, pikiran dan telinga. Pendengar dituntut lebih menata hati, pikiran, dan lebih memfokuskan pendekatan diri kepada Allah,” katanya. “Satu-satunya upaya untuk mengutarakan sesuatu kepada Allah adalah majelis semaan Al-Quran. Hal ini berdasarkan sebuah hadits, “Barang siapa ingin berkomunikasi dengan Allah, beradalah dia dalam alunan Al-Quran.”
Sewaktu Gus Mik masih hidup, para samiin, pengikut jemaah samaan, selalu menunggu kehadirannya. Tetapi dalam banyak kesempatan Gus Mik jarang hadir pada acara semaan itu, kalaupun hadir, ia hanya sebentar. Itupun biasanya diakhir acara. “Saya ini samiin yang tidak konsekuen,” katanya merendah dengan nada lirih. Begitu ia datang, Gus Mik langsung dikerubuti ribuan jemaah. Sampai-sampai suatu kali ia pernah diselundupkan ke jemaah wanita untuk menghindari serbuan para samiin.
Di samping semaan Al-Quran, beliau juga mendirikan majelis “Dzikrul Ghafilin”. Maksudnya, dzikir orang-orang yang lupa kepada Allah. Seperti halnya majelis semaan, acar dzikir bersama yang lazim disebut mujahadah ini juga di ikuti ribuan orang dengan sangat khusuk. Orang berdatangan dari berbagai pelosok desa. Sampai sekarang, baik semaan maupun majlis dzikir tetap diminati ribuan kaum muslimin, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sayang dua kegiatan rohaniah yang semula dimaksudkan sebagai ritus di kalangan kaum yang terpinggirkan ini kini berkembang menjadi “upacara” resmi di kalangan pejabat.
Banyak cerita tentang karamah atau kemuliaan yang muncul di sekitar kehidupan Gus Mik, yang oleh kalangan awam dianggap aneh. Di antaranya, kemampuan Gus Mik bisa menyembuhkan penyakit hanya dengan air putih. Banyak juga yang percaya, Gus Mik bisa terlihat di dua tempat. Salah satunya ketika KH Mustain Romli, pendiri Pesantren darul Ulum Jombang, dan seorang Mursyid sebuah tarekat, meninggal dunia.
Ketika itu, KH Ahmad Jazuli, ayahnda Gus Mik, berangkat untuk takziyah bersama keluarganya. Gus Mik kecil yang diajak ikut serta menolak, ia memilih tinggal di rumah. Tetapi setelah keluarga KH Jazuli tiba di rumah duka, betapa terkejutnya, karena mendapatkan Gus Mik sudah berada di sana. Yang lebih mengherankan lagi, keluarga KH Mustain menuturkan, Gus Mik sudah menemani KH. Mustain sejak seminggu sebelum almarhum wafat.
Ada cerita unik lainnya, suatu hari ketika shalat jumat tiba, Gus Mik hilang. Orang-orangpun bingung dibuatnya, setelah salat jumat usai, mereka berusaha mencari Gus Mik, tiba-tiba Gus Mik muncul dengan membawa seonggok kurma yang ranting-rantingnya masih meneteskan getah segar. Mereka meyakini, Gus Mik shalat Jumat di Makkah.
Banyak orang yang pernah melihat Gus Mik Memberi uang kepada fakir miskin. Anehnya uang tersebut diberikan setelah ia secepat kilat menggerakkan tangan kanannya ke udara. Secara mendadak ia sudah menggenggam segepok uang. Meski dikenal nyentrik, Gus Mik banyak melakukan aktivitas rekigius.
KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, pernah menulis Gus Mik sering terlihat berziarah ke makam Syekh Ihsan di Jampes, Kediri, 40 hari sekali. Syekh Ihsan dikenal sebagai ulama yang sangat rajin menulis kitab-kitab agama. Atau berziarah ke makam Mbah Mesir di Trenggalek, pembawa tarekat Syadziliyah, dua abad lampau. Menurut Gus Dur, Gus Mik mengidolakan ulama yang perduli kepada kaum dhuafa atau kaum lemah.Kiai kharismatik yang hidupnya sangat sederhana, kaya dengan karamah, sangat dekat dengan orang-orang kebanyakan pembela dan pelindung kaum papa dan miskin ini, tak ayal lagi dianggap sebagai orang wali, orang suci, sosok yang pergaulannya sangat luas ini wafat di Rumah Sakit Budi Mulia, Surabaya, pada 5 Juni 1993, dan dimakamkan di pemakaman para wali di Tambak, Desa Ngadi, Kecamatan Mojo, Kediri.
Sumber : http://www.sufiz.com/jejak-wali/kh-hamim-jazuli-gus-mik-kiai-nyentrik-dan-musafir-pecinta-al-quran.html
0 komentar:
Posting Komentar