Blog ini ditujukan kepada seluruh ummat Islam yang cinta kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, Para Sahabat RA, Auliya', Habaib, Ulama', dan sejarah kebudayaan Islam.

Senin, 10 September 2012

Sayyid Hasyim bin Idrus bin Muhsin Ba’abud

Abad 16 M Islam Masuk Wonosobo

Sebuah komplek makam kuno para Sayid (bangsawan keturunan Arab) ditemukan belum lama ini di Dusun Ketinggring Desa Kalianget Kecamatan Wonosobo. Kuburan tersebut berada di belakang komplek makam Mangunkusuman. Sedikitnya ada 25 orang Habib (Keturunan Nabi Muhammad SAW) yang disemayamkan di situ. Ini menunjukkan bila Wonosobo salah satu kantong wilayah penyebaran agama Islam sejak zaman dulu.

Dari sekian nisan itu, ada 4 makam berada di ketinggian dan dikelilingi tembok. Seluruh nisannya terbuat dari batu alam berwarna hitam kelam. Kebanyakan ditatah dengan huruf Arab. Ada beberapa yang menggunakan huruf Jawa. Di atas gundukan tanah diletakkan batu-batu halus kecil. Istimewanya, makam tertata rapi di atas bukit. Di bawahnya adalah Dusun Kejiwan yang tampak dari atas rumahnya bergerombol indah.Terdapat undak-undakan atau semacam tangga naik. Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa keempat makam itu merupakan tokoh yang dituakan atau dihormati pada masanya. Salah satunya adalah Sayid Hasyim bin Idrus bin Muhsin Ba’abud. Konon, dia masih keturunan Nabi Muhammad SAW berasal dari Hadramaut, Yaman yang datang ke Indonesia menyebarkan agama Islam.

Bersama keluarga Bin Yahya, keluarga Ba’bud mengajarkan Tarekat Alawiyin dan Sathoriyah. Keduanya menurut buku Sajaratul Ammah yang ditulis Robithoh Alawiyin Indonesia, keturunan Ba’bud dan bin Yahya serta para pengikutnya masuk ke Wonosobo pada akhir abad 16 memasuki abad 17 Masehi.

Menurut Habib Aqil bin Muhsin Ba’bud, salah satu keturunan Sayid Hasyim, 4 makam berjajar itu adalah Sayid Hasyim, Mangundirjo, istri Mangundirjo dan istri Sayid Hasyim. Sayid Hasyim adalah putra dari Sayid Idrus Ba’bud yang makamnya berada di Pasekaran, Pademonan, Batang. Sayid Hasyim datang ke Wonosobo untuk berdakwah bersama para pengikutnya.

Sayid Hasyim wafat pada tahun 1212 Hijriah atau 1791 Masehi dalam usia 120 tahun. Nisan yang berukir huruf Arab dan Jawa menunjukkan angka tahun 1791 M. Dalam laporan tim penelitian makam tua Dusun Ketinggring Desa Kalianget dan Desa Kejiwan, yang terdiri dari Habib Aqil, Ahmad Muzan, Elias Sumar, dan Bambang Sutejo disebutkan huruf Arab yang ditatah dalam nisan menyerupai kalimat prosa Arab dalam Kitab Maulid al Barzanji.

Dari hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa para keturunan sayid ini datang dari Batang dan Pekalongan. Pendapat itu disertai bukti dalam buku Robithoh Alawiyin Indonesia yang berada di Jakarta terdapat catatan bahwa rombongan keluarga Ba’bud dan Bin Yahya marga Alawiyin berdakwah di Wonosobo. Dalam catatan disebutkan pemimpin rombongan Sayid Hasyim, wafat dan dimakamkan di Wonosobo. Setelah diadakan penelusuran, makam berhasil ditemukan.

Bukti lainnya adalah artevak batu nisan terdapat makam pengikut Sayid Hasyim berasal dari Pekalongan bernama Mu’minah binti Zakaria Al Qodli yang berangka tahun 1260 Hijriah. Selain itu ada makam Yahya Hajatun Nabi bertahun 1260 H, Walid Hasyim Ibn Hajatun 1262 H.

“Dari catatan buku Robithoh Alawiyin kami berupaya menemukan di mana letak makam Sayid Hasyim. Ternyata berada di kompleks pemakanan Candi Wulan atau makam Mangunkusuman atau di belakangnya,”ujar Habib Aqil.

Ditambahkan guru SMP Islam Wonosobo tersebut, semula malam tidak diperhatikan oleh masyarakat. Tertutup semak belukar lebat dan ditumbuhi tanaman keras. Bersama juru kunci makam Mangunsuman, makam para sayid itu lantas dibersihkan.

Ulama dan umaro (pemimpin) sejak zaman dulu memiliki hubungan erat. Terbukti, tambah Habib, makam Mangundirjo dan Sayid Hasyim yang berjajar. Raden Mangunkusuma adalah Bupati Wonosobo kedua setelah Tumenggung Setjonegoro. “Mangundirjo adalah ayah Mangunkusuma. Mangundirjo dan istrinya disemayamkan berjajar dengan Sayid Hasyim dan istri. Sayid Hasyim tokoh spiritualnya Mangunkusuma dan Mangundirjo. Ini menunjukkan sejak zaman dulu terjadi hubungan baik antara pemimpin dan ulama,”tandasnya.

Letak makam Mangunkusuma di depan, satu kompleks dengan makam anak-anak Sayid Hasyim. Sebaliknya, Mangundirjo –ayah Mangunkusuma- berada di belakang satu kompleks dengan makam Sayid Hasyim.

Berdasarkan penemuan tersebut, diduga penyebaran Islam di Wonosobo dilakukan sejak abad 17 M oleh para sayid. “Sementara masyarakat mempercayai adanya 3 tokoh pendiri Wonosobo yaitu Kyai Walik, Kyai Kolodete dan Kyai Karim. Barangkali ketika tokoh tersebut salah satunya adalah para sayid itu,”kata Bambang Sutejo dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo.

Sehingga penyebar agama Islam tidak hanya ulama keturunan Keraton Mataram atau para pengikut Pangeran Diponegoro –yang selama ini dipercayai- tetapi juga para sayid yang memang datang untuk berdakwah.

Sementara itu, keberadaan makam tak lepas dari mitos yang berkembang di masyarakat. Konon, bukit tempat para sayid ini dimakamkan akan longsor. Apabila itu terjadi, bukit akan menutupi Desa Kejiwan. Untuk mengatasinya, rekahan bukit disumbal alu dan sapu lidi tua. Makam pun kembali aman.

Dituturkan juru kunci makam Mubazir, kini makam para sayid ramai dikunjungi peziarah. Sebelumnya hanya makam Mangunkusuman yang diziarahi orang. Untuk memberikan kenyamanan bagi peziarah, makam dibersihkan dan lantainya disemen kembali.

“Kami berharap jalan menuju makam dibangun. Lalu rumput-rumputnya dibersihkan,”tambah Abdul Wasik warga setempat.

Dia menceritakan makam sayid memiliki keajaiban. Ia bersama warga setempat pernah menyaksikan sinar cemerlang keluar dari makam itu. Peristiwa terjadi pada saat menjelang pilihan kepala daerah tahun 2005 lalu.

Ajarkan Tarekat Alawiyah dan Sathoriyah
Ditemukannya makam Sayid Hasyim bin Idrus bin Muhsin Ba’abud memiliki benang merah dengan sejarah perkembangan agama Islam di Wonosobo. Sebenarnya siapakah Sayid Hasyim? Tokoh yang berasal dari Hadramaut tersebut merupakan kawan baik keluarga Bin Yahya. Mereka datang ke Indonesia dengan tujuan menyebarkan agama. Keduanya tiba di Batang. Lalu menyebarkan agama di setiap tempat yang disinggahi. Dari Batang, lantas dilanjutkan ke daerah selatan pegunungan Dieng yang waktu itu merupakan bermukimnya masyarakat Hindu Budha. Kemudian turun ke wilayah selatan yang sekarang disebut Kauman. Kampung ini dijadikan sebagai tempat tinggal sekaligus pusat penyebaran agama. Mereka membangun langgar sebagai cikal bakal masjid yang nantinya menjadi tempat pengajaran agama.

“Dalam dakwah beliau menggunakan prinsip sesuai diajarkan Rasulullah SAW dengan ilmu dan tutur kata serta perilaku baik. Sehingga memikat hati masyarakat untuk mengikuti ajarannya,”ungkap Habib Aqil yang masih keturunan Sayid Hasyim

Keluarga Ba’bud tidak suka menampakkan kelebihan di hadapan orang banyak. Dalam penyebaran agama menanamkan tauhid dan akhlakul karimah melalui tarekat alawiyah dan sathoriyah. Yaitu dengan aklak baik dan dzikir.

Sayid Hasyim memiliki 3 anak yaitu Ali, Syeh dan Hamzah. Ketiganya menyebar ke berbagai daerah di Pulau Jawa maupun luar negeri. Ali menurunkan 4 anak yakni Syarifah Khotijah, Ibrahim, Umar dan Muhamad. Sayid Ibrahim merupakan dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama di Wonosobo. Dia juga banyak bersedekah tanah untuk masjid dan lembaga pendidikan.

“Keturunan lainnya adalah Syeh dan Hamzah yang menyebarkan agama Islam di Parakan. Menetap di Parakan, memiliki 3 anak yaitu Muhsin, Usman dan Hasyim,”tandasnya. (lis retno wibowo; Jawa Pos)

Sumber :
Jatiningjati : Different Taste and More Idealism

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons