Abad 16 M Islam Masuk Wonosobo
Sebuah komplek makam kuno para Sayid (bangsawan keturunan Arab)  ditemukan belum lama ini di Dusun Ketinggring Desa Kalianget Kecamatan  Wonosobo. Kuburan tersebut berada di belakang komplek makam  Mangunkusuman. Sedikitnya ada 25 orang Habib (Keturunan Nabi Muhammad  SAW) yang disemayamkan di situ. Ini menunjukkan bila Wonosobo salah satu  kantong wilayah penyebaran agama Islam sejak zaman dulu.
Dari  sekian nisan itu, ada 4 makam berada di ketinggian dan dikelilingi  tembok. Seluruh nisannya terbuat dari batu alam berwarna hitam kelam.  Kebanyakan ditatah dengan huruf Arab. Ada beberapa yang menggunakan  huruf Jawa. Di atas gundukan tanah diletakkan batu-batu halus kecil.  Istimewanya, makam tertata rapi di atas bukit. Di bawahnya adalah Dusun  Kejiwan yang tampak dari atas rumahnya bergerombol indah.Terdapat  undak-undakan atau semacam tangga naik. Ciri-ciri tersebut menunjukkan  bahwa keempat makam itu merupakan tokoh yang dituakan atau dihormati  pada masanya. Salah satunya adalah Sayid Hasyim bin Idrus bin Muhsin  Ba’abud. Konon, dia masih keturunan Nabi Muhammad SAW berasal dari  Hadramaut, Yaman yang datang ke Indonesia menyebarkan agama Islam.
Bersama keluarga Bin Yahya, keluarga Ba’bud mengajarkan Tarekat  Alawiyin dan Sathoriyah. Keduanya menurut buku Sajaratul Ammah yang  ditulis Robithoh Alawiyin Indonesia, keturunan Ba’bud dan bin Yahya  serta para pengikutnya masuk ke Wonosobo pada akhir abad 16 memasuki  abad 17 Masehi.
Menurut Habib Aqil bin Muhsin Ba’bud, salah  satu keturunan Sayid Hasyim, 4 makam berjajar itu adalah Sayid Hasyim,  Mangundirjo, istri Mangundirjo dan istri Sayid Hasyim. Sayid Hasyim  adalah putra dari Sayid Idrus Ba’bud yang makamnya berada di Pasekaran,  Pademonan, Batang. Sayid Hasyim datang ke Wonosobo untuk berdakwah  bersama para pengikutnya.
Sayid Hasyim wafat pada tahun 1212  Hijriah atau 1791 Masehi dalam usia 120 tahun. Nisan yang berukir huruf  Arab dan Jawa menunjukkan angka tahun 1791 M. Dalam laporan tim  penelitian makam tua Dusun Ketinggring Desa Kalianget dan Desa Kejiwan,  yang terdiri dari Habib Aqil, Ahmad Muzan, Elias Sumar, dan Bambang  Sutejo disebutkan huruf Arab yang ditatah dalam nisan menyerupai kalimat  prosa Arab dalam Kitab Maulid al Barzanji.
Dari hasil  penelitian tersebut dijelaskan bahwa para keturunan sayid ini datang  dari Batang dan Pekalongan. Pendapat itu disertai bukti dalam buku  Robithoh Alawiyin Indonesia yang berada di Jakarta terdapat catatan  bahwa rombongan keluarga Ba’bud dan Bin Yahya marga Alawiyin berdakwah  di Wonosobo. Dalam catatan disebutkan pemimpin rombongan Sayid Hasyim,  wafat dan dimakamkan di Wonosobo. Setelah diadakan penelusuran, makam  berhasil ditemukan.
Bukti lainnya adalah artevak batu nisan  terdapat makam pengikut Sayid Hasyim berasal dari Pekalongan bernama  Mu’minah binti Zakaria Al Qodli yang berangka tahun 1260 Hijriah. Selain  itu ada makam Yahya Hajatun Nabi bertahun 1260 H, Walid Hasyim Ibn  Hajatun 1262 H.
“Dari catatan buku Robithoh Alawiyin kami  berupaya menemukan di mana letak makam Sayid Hasyim. Ternyata berada di  kompleks pemakanan Candi Wulan atau makam Mangunkusuman atau di  belakangnya,”ujar Habib Aqil.
Ditambahkan guru SMP Islam  Wonosobo tersebut, semula malam tidak diperhatikan oleh masyarakat.  Tertutup semak belukar lebat dan ditumbuhi tanaman keras. Bersama juru  kunci makam Mangunsuman, makam para sayid itu lantas dibersihkan.
Ulama dan umaro (pemimpin) sejak zaman dulu memiliki hubungan erat.  Terbukti, tambah Habib, makam Mangundirjo dan Sayid Hasyim yang  berjajar. Raden Mangunkusuma adalah Bupati Wonosobo kedua setelah  Tumenggung Setjonegoro. “Mangundirjo adalah ayah Mangunkusuma.  Mangundirjo dan istrinya disemayamkan berjajar dengan Sayid Hasyim dan  istri. Sayid Hasyim tokoh spiritualnya Mangunkusuma dan Mangundirjo. Ini  menunjukkan sejak zaman dulu terjadi hubungan baik antara pemimpin dan  ulama,”tandasnya.
Letak makam Mangunkusuma di depan, satu  kompleks dengan makam anak-anak Sayid Hasyim. Sebaliknya, Mangundirjo  –ayah Mangunkusuma- berada di belakang satu kompleks dengan makam Sayid  Hasyim.
Berdasarkan penemuan tersebut, diduga penyebaran Islam  di Wonosobo dilakukan sejak abad 17 M oleh para sayid. “Sementara  masyarakat mempercayai adanya 3 tokoh pendiri Wonosobo yaitu Kyai Walik,  Kyai Kolodete dan Kyai Karim. Barangkali ketika tokoh tersebut salah  satunya adalah para sayid itu,”kata Bambang Sutejo dari Dinas Pariwisata  dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo.
Sehingga penyebar agama  Islam tidak hanya ulama keturunan Keraton Mataram atau para pengikut  Pangeran Diponegoro –yang selama ini dipercayai- tetapi juga para sayid  yang memang datang untuk berdakwah.
Sementara itu, keberadaan  makam tak lepas dari mitos yang berkembang di masyarakat. Konon, bukit  tempat para sayid ini dimakamkan akan longsor. Apabila itu terjadi,  bukit akan menutupi Desa Kejiwan. Untuk mengatasinya, rekahan bukit  disumbal alu dan sapu lidi tua. Makam pun kembali aman.
Dituturkan juru kunci makam Mubazir, kini makam para sayid ramai  dikunjungi peziarah. Sebelumnya hanya makam Mangunkusuman yang diziarahi  orang. Untuk memberikan kenyamanan bagi peziarah, makam dibersihkan dan  lantainya disemen kembali.
“Kami berharap jalan menuju makam dibangun. Lalu rumput-rumputnya dibersihkan,”tambah Abdul Wasik warga setempat.
Dia menceritakan makam sayid memiliki keajaiban. Ia bersama warga  setempat pernah menyaksikan sinar cemerlang keluar dari makam itu.  Peristiwa terjadi pada saat menjelang pilihan kepala daerah tahun 2005  lalu.
Ajarkan Tarekat Alawiyah dan Sathoriyah
Ditemukannya  makam Sayid Hasyim bin Idrus bin Muhsin Ba’abud memiliki benang merah  dengan sejarah perkembangan agama Islam di Wonosobo. Sebenarnya siapakah  Sayid Hasyim? Tokoh yang berasal dari Hadramaut tersebut merupakan  kawan baik keluarga Bin Yahya. Mereka datang ke Indonesia dengan tujuan  menyebarkan agama. Keduanya tiba di Batang. Lalu menyebarkan agama di  setiap tempat yang disinggahi. Dari Batang, lantas dilanjutkan ke daerah  selatan pegunungan Dieng yang waktu itu merupakan bermukimnya  masyarakat Hindu Budha. Kemudian turun ke wilayah selatan yang sekarang  disebut Kauman. Kampung ini dijadikan sebagai tempat tinggal sekaligus  pusat penyebaran agama. Mereka membangun langgar sebagai cikal bakal  masjid yang nantinya menjadi tempat pengajaran agama.
“Dalam  dakwah beliau menggunakan prinsip sesuai diajarkan Rasulullah SAW dengan  ilmu dan tutur kata serta perilaku baik. Sehingga memikat hati  masyarakat untuk mengikuti ajarannya,”ungkap Habib Aqil yang masih  keturunan Sayid Hasyim
Keluarga Ba’bud tidak suka menampakkan  kelebihan di hadapan orang banyak. Dalam penyebaran agama menanamkan  tauhid dan akhlakul karimah melalui tarekat alawiyah dan sathoriyah.  Yaitu dengan aklak baik dan dzikir.
Sayid Hasyim memiliki 3  anak yaitu Ali, Syeh dan Hamzah. Ketiganya menyebar ke berbagai daerah  di Pulau Jawa maupun luar negeri. Ali menurunkan 4 anak yakni Syarifah  Khotijah, Ibrahim, Umar dan Muhamad. Sayid Ibrahim merupakan dikenal  sebagai pendiri Nahdlatul Ulama di Wonosobo. Dia juga banyak bersedekah  tanah untuk masjid dan lembaga pendidikan.
“Keturunan lainnya  adalah Syeh dan Hamzah yang menyebarkan agama Islam di Parakan. Menetap  di Parakan, memiliki 3 anak yaitu Muhsin, Usman dan Hasyim,”tandasnya.  (lis retno wibowo; Jawa Pos)
Sumber :
Jatiningjati : Different Taste and More Idealism
17.56
Achmad Fahrizal Zulfani Al Hanif
 Posted in:  



0 komentar:
Posting Komentar