Blog ini ditujukan kepada seluruh ummat Islam yang cinta kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, Para Sahabat RA, Auliya', Habaib, Ulama', dan sejarah kebudayaan Islam.

Senin, 25 Juli 2011

Prof. Dr. H. Nur Syam, Msi

Rektor yang Gemar Membaca Sastra

Rasa sepi ternyata punya ungkapan kreativitasnya sendiri. Begitupun bagi Nur Syam, yang lahir di sebuah dusun kecil Desa Sembungrejo, Merakurak, Tuban. Putra tunggal pasangan Pak Sabar dan Turmiatun ini, di masa kanaknya kerapkali diliputi rasa sepi yang mengiris. Tetapi rasa sepi itu segera diusirnya dengan membaca kisah-kisah pewayangan.“Sejak SD saya memang gemar mengoleksi buku-buku pewayangan. Yang paling saya sukai waktu itu, adalah membaca cerita Mahabarata,” kenangnya menerawang ke masa silam.

Rasa sepi itu kian terasa menjarah, ketika dirinya menginjak kelas II SMEP Negeri di tahun 1973. Karena tepat saat itulah, ayahandanya pulang ke Rahmatullah. Bagi usia anak yang tengah beranjak meremaja, saat-saat kesedihan semacam itu tentulah teramat memilukan. Maka hari-haripun terasa disambar oleh kesepian yang sangat panjang. “Untungnya, ibu dan nenek saya begitu hangat dalam memberikan belaian kasih sayangnya,” ungkapnya bernada getir. “Kalau saya lagi ngambek, mereka tinggal berkata: masak sudah besar kok malah seperti itu? Dengan ucapan itu, biasanya hati saya luluh dan menjadi sejuk kembali,” tambahnya dengan senyum dikulum.

Saat-saat sakral yang tak pernah dilupakannya, adalah beberapa jam menjelang ayahandanya wafat. Sebab waktu itu beliau menasehatkan sebuah pesan sambil menahan sakitnya: Aku hanya ingin kamu bisa terus sekolah. Teruskan sekolahmu, Nak. Aku ingin melihat kamu jadi orang pinter. “Sungguh itu merupakan pengalaman yang sangat luar biasa buat saya. Nasehat itu telah memberikan inspirasi dan menguatkan jiwa saya untuk tetap sekolah,” tutur lelaki kelahiran Tuban 7 Agustus 1958 ini dengan air mata yang tertahan.

Itulah sebabnya, meskipun banyak sekali orang yang memintanya untuk berhenti, dirinya tetap saja mengayuh sepeda sepanjang 15 Km ke sekolah. Setiap hari berangkat pukul 5 pagi dan pulang ketika hari menjelang petang. Bahkan dirinya pernah jatuh dua kali dari sepeda hingga patah tulang, sehingga membutuhkan perawatan sebulan untuk penyembuhan. Namun setelah sembuh, dirinya masih tetap saja meminta untuk bersekolah dan terus sekolah.

Jika malam telah tiba, hampir seluruh waktunya dihabiskan di Langgar depan rumah milik kakeknya. Di Langgar inilah anak-anak desa menghabiskan masa-masa kanaknya. Pada saat-saat Ramadhan, keceriaan mereka kian ramai dan menggembirakan. Setiap anak membawa bekal untuk persiapan sahur bersama. “Jadi.. yaa Langgar itulah yang menjadi tempat hiburan saya. Disitulah kami mengusir sepi dengan mengaji bersama, bermain-main dan bercanda-ria, serta tidur pun juga sama-sama di Langgar,” ungkapnya dengan nada yang ceria.

Setelah lulus SMEP dirinya melanjutkan ke PGA. Sebab Kakeknya selalu mengingatkan, agar kelak dirinya menjadi guru agama. Awal-awal di kos-kosan, rasa sepi itu kembali datang menghunjam. Maka diisilah malam-malamnya dengan membaca novel-novel sastra dan cerita pendek. “Koleksi saya waktu itu banyak sekali. Dan yang paling saya sukai adalah karya-karya Hamka,” tuturnya menjelaskan.

Selepas lulus PGA di tahun 1977, Suami Hj. Annisah Sukindah ini melanjutkan ke Fak. Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Meskipun dikenal sebagai seorang aktivis, namun rasa sepi itupun masih saja seringkali hadir menemaninya. Di malam-malam sepi itulah, dirinya seringkali menghabiskan buku-buku yang tebal. “Ketika di IAIN, saya hidup sebatang kara. Tak ada keluarga atau famili yang ada di Surabaya. Di kos-kosan tak jarang saya menangis di kamar sendirian,” kilahnya.

Ketika selesai sarjana mudanya, dirinya diminta untuk mengasisteni Prof. Dr. Bisri Affandi – yang waktu itu menjabat sebagai Purek I. Setahun kemudian disarankan untuk mengikuti tes seleksi dosen dan lulus. Maka di tahun 1997 itulah dirinya resmi menjadi dosen PNS. “Ya.. berkat do’a kakek akhirnya saya jadi dosen juga. Padahal seharusnya kan jadi seorang da’i?” tukasnya sambil mengulum senyum.

Setahun kemudian, ayah tiga anak ini diterima di Pascasarjana UIN Yogyakarta. Tetapi karena faktor ekonomi, maka terpaksa niatan itu diurungkannya. Bahkan karena gaji PNS yang pas-pasan, dirinya mengajar banyak kampus di Jawa Timur. Seperti di Surabaya, Sidoarjo, Situbondo, Jombang, Kediri dan Tulungagung. “Saya terus keliling dan hampir nggak pernah pulang di bawah pukul 9 malam. Ya… ngejar setoranlaah!” katanya bernada kelakar.

Pada tahun 1989, dirinya lulus seleksi di PLPA (Program Latihan Pendidikan Agama) di Jakarta. Selama 6 bulan dirinya mendapat gemblengan dan digodok menjadi peneliti di bidang ilmu sosiologi dan antropologi agama. Dari sinilah dirinya tergugah untuk mendalami ilmu-ilmu tersebut. “Itulah yang membuat saya berani melamar ke McGill. Namun karena kemampuan TOEFL saya masih kurang, saya tak bisa diterima,” akunya jujur.

Setelah melewati masa vakum selama tiga tahun, akhirnya Pembantu Rektor II IAIN Sunan Ampel Surabaya ini melanjutkan studinya ke Program Pascasarjana Unair Surabaya. Dirinya berhasil menyelesaikan S2nya di bidang Sosiologi tahun 1997. Sedangkan Doktornya diraih pada tahun 2003 dari universitas yang sama. Tepat pada tanggal 1 Oktober 2005, Guru Besarnya di bidang sosiologi disahkan. Dan pada tanggal 8 Agustus 2008 yang lalu, dirinya terpilih sebagai Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya masa jabatan 2008 – 2012.

Selain menjadi dosen di Fakultas Dakwah dan Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, kini juga masih mengajar pada PPs IAI Ibrahimi Situbondo, PPs IAI Tribakti Kediri, PPs STAIN Tulungagung dan PPs Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang. Selain itu, pada tahun 2006 juga berkesempatan mengikuti University Management Workshop di McGill University, Montreal, Canada.

Prof. Dr. H. Nur Syam, Msi juga aktif melakukan penelitian ilmiah; seperti Etnografi Kehidupan Penganut Tarekat Syatariyah di Kuanyar Mayong Jepara (Toyota Foundation, 1990), Wanita Pekerja Rumahan di Ujung Pandang (Menteri UPW dan PIKI, 1998), Implementasi Program Tribina di Lamongan (Bappeda TK I Jatim, 1991), Konflik dan Integrasi antara NU dan Muhammadiyah (1991), Agama dan Politik; Makna Afiliasi Politik Penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Cukir Jombang (Tesis,1997), Tradisi Islam Lokal Pesisiran; Studi Konstruksi Sosial Upacara pada Masyarakat Palang Tuban (Disertasi, 2005) dan sebagainya.

Tulisannya juga tersebar di berbagai media cetak baik nasional maupun lokal; seperti Harian Pagi Jawa Pos, Harian Surya, Harian Umum Bhirawa, Majalah MIMBAR Pembangunan Agama, Majalah SANTRI. Tulisannya tersebar pula di sejumlah jurnal ilmiah, antara lain Jurnal Studi Keislaman Akademika, Jurnal Qualita Ahsana dan jurnal lainnya.

Sementara bukunya yang telah terbit adalah; Metodologi Penelitian Dakwah (Ramadhani Solo, 1991), Metodologi Penelitian Perspektif Mikro (Media Insan Cendekia, 2003), Pembangkangan Kaum Tarekat (LEPKISS, 2004), Institusi Sosial di Tengah Perubahan (Jenggala Pustaka Utama, 2004), Filsafat Dakwah; Pemahaman Filosofi Tentang Ilmu Dakwah (Jenggala Pustaka Utama, 2005), Bukan Dunia Berbeda; Sosiologi Komunitas Islam (Pustaka Eureka, 2005), Islam Pesisir (LKiS, 2005), Model-Model Pemberdayaan Masyarakat (Pustaka Pesantren, 2005), dan Dakwah Pemberdayaan Masyarakat (Pustaka Pesantren, 2005).

Betapapun sibuk Nur Syam bergelut dengan dunia sains, namun masih saja menyempatkan dirinya untuk membaca novel-novel sastra. Itulah alasan kenapa akhir-akhir ini banyak karya-karya sastra yang dikoleksinya. Lantas bagaimana cara menggabungkan sains dan sastra dalam diri Anda? “Ya.. ketepatan saya kan belajar metodologi penelitian kualitatif. Saya diajarkan bagaimana mengungkapkan realitas dalam bentuk yang verbal. Nah, dalam novel saya bisa belajar bagaimana menarasikan realitas dengan gambaran yang sangat utuh,” tukasnya singkat.

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons