Ibarat Bengkel, Banyak Memperbaiki Moral
Dai yang satu ini banyak berdakwah memperbaiki moral umat di lapisan bawah. Kebanyakan muridnya berasal dari kalangan marginal dan terpinggirkan di daerah Jakarta Pusat dan sekitarnya.
Tugas seorang pendakwah menurutnya bukan sekedar duduk di masjid dan majlis, sehingga banyak orang yang datang. "Kita lah yang mencari, memperbaiki seseorang dari tabiat yang jelek menjadi lebih baik."
Berpijak dari filosofi itulah, ia kemudian banyak terjun di tengah masyarakat, masuk ke gang-gang tikus, kepada orang jalanan dan mendekati orang-orang yang belum tersentuh oleh dakwah. Memang ia banyak memilih segment dakwah orang-orang jalanan, mulai dari profesi tukang copet, pencuri, pengamen dan orang-orang pinggiran lainnya yang jarang diperhatikan oleh kalangan dai.
"Kita ini ibarat bengkel, memperbaiki sesuatu yang rusak menjadi lebih baik. Kalau orang sudah baik, buat apa didakwahi, justru orang-orang yang rusak itulah yang perlu bimbingan dan tuntunan," kata Habib Ahmad Kazim, pemimpin Majlis Taklim Al-Yusrain, Jakarta Pusat ini kepada alKisah.
Pendidikan dai kelahiran Palembang, 5 Mei 1997 ini memang terbilang unik, sejak muda ia sudah senang mengembara. Setelah menamatkan pendidikan dasar di Palembang pada tahun 1987. Demikian pun pada pendidikan menengah pertama ia tamatkan pada Madrasah Diniyah Darul Mutaqien pada tahun 1990 masih di kota kelahirannya, Palembang.
Setelah menempuh pendidikan dasar itulah, ia kemudian berkelana ke berbagai daerah seperti ke Bandung, Jakarta termasuk ke berbagai pelosok daerah di Kalimantan. Hingga sampailah ia ke Jakarta dan kemudian bertemu dengan kakak yakni Habib Rafiq bin Lukman Al-Kaff. "Saya tidak pernah belajar kitab kuning, kemudian ketemu dengan sang kakak pada kurun tahun 1996-an dan saya mengikutinya dalam berdakwah," kata Bapak satu putri ini menuturkan kisahnya.
Sejak itulah, ia mulai belajar membuka kitab dan berdakwah berkat keberkahan dari sang guru pembuka dan sekaligus pembimbingnya, yakni Habib Rafiq bin Luqman Al-Kaff. Ia dengan sang kakak banyak belajar seperti kitab Al-Anwarul Muhammadiyah (karya As-Syekh Yusuf bin Ismail An-Nabhani), Majmu Kalam Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, Kitabus Syifa’, Jami’ Karamatul Auliya’, Safinatun Najah dan lain-lain.
Pada tahun 1996-an ia mendirikan sebuah majlis taklim di sekitar Cempaka Putih (Jakarta Pusat) dan akhirnya diberi nama Majlis Taklim Wat Tadzkir Al-Yusrain. Dipilih nama "Al-Yusrain", karena latar belakang ia berasal, yakni nama sebuah kampung di Palembang yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat, karena di tempat itu ada seorang auliya’ yang bernama Habib Alwi bin Ahmad Al-Kaff Yusrain.\
Dalam menggerakan dakwah ia merasakan banyak tantangan, seperti fitnah bahkan ancaman fisik. Pernah suatu waktu, ia disiram khamr oleh seorang pemabuk di jalanan, tapi ia tetap duduk saja. "Alhamdulillah, tidak sampai terjadi yang tidak diinginkan. Tapi dia sekarang malah jadi murid saya," katanya.
Walaupun tantangannya berat dalam berdakwah, ia menghadapi semua itu dengan penuh ketabahan dan kesabaran. Menurutnya, kalau mau berdakwah harus siap lahir dan bathin. "Karena saya percaya, kalau mau berjuang di jalan Allah pasti akan dilindungi-Nya. Rasulullah SAW dalam berdakwah sampai sampai giginya patah, berdarah-darah. Masa, kita baru diancam dengan siraman khamr mundur. Saya tidak akan pernah mundur dalam berdakwah, sekalipun ancaman dan tantangan datang bertubi-tubi," tegasnya.
Keprihatinannya selama mengasuh majlis adalah, ia banyak melihat jamaah ikut ratib dan maulid, tapi jamaah kurang dalam memahami kaidah dalam beribadah secara benar. "Dalam arti ilmu syariat Islam masih banyak belum dipelajari dengan benar, seperti mengenal hukum-hukum Islam. Mulai dari mandi wajib, sampai shalat dan rukun-rukun yang lain. Bahkan, ada seorang murid yang umurnya sudah 50 tahun belum tahu caranya mandi wajib," jelasnya.
Ia dengan penuh kesabaran kemudian mengajari muridnya itu untuk caranya mandi wajib, padahal syahnya shalat itu kalau syarat dan rukun-rukunnya juga terpenuhi, termasuk mandi wajib, cara berwudhu sampai syarat dan rukun shalat yang benar. Melihat tingkat pemahaman anak muridnya yang rata-rata masih minim itulah ia kemudian lebih banyak memberikan pendidikan dasar-dasar ibadah kepada jamaah.
Untuk masalah dakwah juga, ia sangat prihatin dengan banyak jamaah yang cinta kepada Rasulullah SAW tapi hanya cinta di mulut saja, tidak mengikutinya secara sungguh-sungguh. "Cinta kepada Rasulullah, tapi mereka tidak mengenal Rasulullah SAW. Mereka pengin dekat Rasulullah SAW, tapi mereka tidak tahu cara untuk mendekati Rasululah SAW seperti apa. Padahal, hanya dengan cara mengikuti jalan yang dibawa Rasulullah SAW, agama Islam ini bisa dipahami dengan baik dan benar," katanya.
(dinukil dari wawancara majalah alkisah)
0 komentar:
Posting Komentar