Blog ini ditujukan kepada seluruh ummat Islam yang cinta kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, Para Sahabat RA, Auliya', Habaib, Ulama', dan sejarah kebudayaan Islam.

Senin, 11 Juli 2011

KH. Ahmad Dzul Hilmi Al-Ghozali Pemelihara Qira’ah Sab’ah di Surabaya

SURABAYA - Sudah lebih dua puluh tahun, pria yang bernama lengkap Ahmad Dzul Hilmi Al-Ghozali ini, mengabdikan dirinya untuk Al-Qur’an. Kemampuannya dalam membaca dan memahami riwayat-riwayat qiro’ah al-Qur’an sudah diakui oleh guru-guru al-Qur’an di Surabaya. Bahkan ia dikenal sebagai satu-satunya guru qiro’ah sab’ah (qiroat tujuh) yang masih eksis di Surabaya, sebagaimana pengakuan para muridnya.

Murid-muridnya berasal dari para guru Al-Qur’an yang mengajar di lembaga pendidikan Islam maupun Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di Surabaya dan bahkan hingga beberapa pelosok Jawa Timur. Suatu hari ada seorang pengasuh pesantren di Malang datang kepadanya untuk meminta sanad (riwayat keilmuwan). Ustadz Dzul Hilmi tidak serta merta memberikannya, sebelum melakukan musafahah (mengaji di hadapan beliau). Akhirnya kiai tersebut, menyewa sebuah rumah dekat rumah Ustadz Dzul Hilmi agar bisa mengaji secara intensif. Setelah khatam baru Ustadz Dzul Hilmi memberinya ijazah sanad. Kiai tersebut mengaku sanad Ustadz Dzul Hilmi lebih dekat dengan Rasulullah SAW.

Setiap pagi ba’da Shubuh, kecuali Jum’at, Ustadz Dzul Hilmi mengajar murid-muridnya yang datang untuk musafahah bacaan mereka. Diantara mereka ada yang musafahah qiro’at riwayat salah seorang imam, ada pula yang setor hafalan Al-Qur’an dan ada pula yang hanya tashih (memperbaiki bacaan) Al-Qur’an yang sesuai dengan standard Makhaarijul hurufil Al-Qur’an. Selesai musafahah sebagian mereka ada yang langsung pulang dan ada pula yang menunggu hingga berakhir. Biasanya, proses itu berlangsung hingga semua murid yang hadir selesai musafahah, sekitar jam tujuh pagi, bahkan bisa lebih.

Guru-Gurunya

Pria yang dikaruniai empat orang putera ini, memulai perjalanan intelektualnya dari Singosari. Guru pertamanya adalah KH. Bashori Alwi, pengasuh Pesantren Ilmu Al-Qur’an (PIQ). ” Saat itu, Kiai belum mempunyai pesantren seperti sekarang ini. Sehabis pulang sekolah, saya biasanya datang ke rumah beliau untuk belajar Bahasa Arab dan menghafal al-Qur’an” tuturnya kepada Inpasonline. Hingga sekarang pria yang sudah punya satu cucu ini masih menjalin hubungan baik dengan gurunya tersebut.

Selepas belajar dari KH. Bashori Alwi, beliau melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta. Dari sanalah keilmuannya tentang Al-Qur’an diasah dan dikembangkan. Setelah lulus dari PTIQ, beliau hijrah ke Makkah untuk memperdalam dan menamatkan riwayat qira’at kepada para syaikh di Makkah. Dalam pikirnya, di Makkah tentu banyak guru Al-Qur’an yang bisa mengajarnya. Tapi ternyata tidak mudah menemukan guru Al-Qur’an yang bisa mengajarkan qiro’ah sab’ah sekaligus. Hingga akhirnya, beliau bertemu dengan Syaikh ‘Abdul Ghaffar ‘Abdul Fattah al-Durubi dari Syiria. “Beliaulah yang memberi saya sanad qiro’ah sab’ah dan sanad kitab-kitab yang ditulis oleh para Imam Qiro’ah”, jelasnya kepada inpasonline.

Beliau merasa beruntung karena bisa dipertemukan dengan Syaikh Al-Durubi tersebut. Sebenarnya, tidak mudah untuk bisa bertemu dan mengaji dengannya, karena beliau di Makkah statusnya sebagai pelarian dari negara asalnya, Syiria. Konon, beliau diancam akan dibunuh oleh pemerintah negara asalnya. Oleh karena itu, tidak banyak yang mengenalnya dan murid-muridnya juga sangat terbatas.

Namun yang paling mengagumkan dari Syaikh Al-Durubi, jelas Ustadz Dzul Hilmi, adalah masuknya Syaikh Ali Ash-Shabuni, ulama ahli tafsir yang sangat masyhur, sebagai murid beliau. Padahal dari segi usia, jelas lebih tua Syaikh Ali Ash-Shabuni. Hal ini menunjukkan bahwa keilmuwan Syaikh Al-Durubi, khususnya ilmu tentang riwayat-riwayat qiro’ah al-Qur’an, sudah diakui oleh para ahli Al-Qur’an. Satu lagi yang juga mengagumkan dari Syaikh Al-Durubi, lanjutnya, ketawadhu’annya dan penghargaannya terhadap murid-muridnya. Beliau selalu mendahulukan murid yang datang terlebih dahulu, siapapun dia. Bahkan kalaupun ada orang yang sibuk dan minta untuk musafahah terlebih dahulu ia harus minta ijin kepada yang datang lebih dulu. Teladan-teladan itulah yang kemudian diterapkan oleh Ustadz Dzul Hilmi dalam mengajar Al-Qur’an.

Selama berada di Makkah, Ustadz Dzul Hilmi juga mendalami ilmu-ilmu Hadits dan Fiqih dari para ulama seperti Sayyid Muhammad Al-Maliki dan Syaikh Ismail. Bahkan beliau, meskipun tidak kuliah, mengikuti perkembangan kajian-kajian dan bahasan para ulama ahli Al-Qur’an yang dimuat di jurnal-jurnal universitas maupun lembaga pengkajian Al-Qur’an. Selama empat tahun setengah beliau berkutat dengan aktivitas tersebut. Baru setelah menamatkan dan menghatamkan pelajaran Al-Qur’an-nya di hadapan Syaikh Al-Durubi beliau pulang ke tanah air.

Aktivitas

Sepulang ke tanah air, Ustadz Dzul Hilmi mulai mengajar Al-Qur’an di kampung kelahirannya, Pasuruan Jawa Timur. Tapi waktu itu masih sebatas mengajarkan ilmu tajwid saja. Sehari penuh ia habiskan waktunya untuk mengajar murid-muridnya yang terdiri dari beberapa kelompok. Bahkan ia sempat pula mengajar di beberapa sekolah formal, khususnya di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah.

Sebenarnya ketika masih di Pasuruan, beliau juga sempat menerjemahkan jurnal-jurnal berbahasa Arab tentang Al-Qur’an, hanya saja saat itu sangat sulit mencari penerbit yang mau menerbitkan. Hal itu menyebabkan beliau tidak bersemangat lagi untuk menerjemah dan menulis buku-buku Al-Qur’an. Memang sempat ada beberapa buku dan terjemahan beliau yang sempat dicetak oleh sebuah penerbit di Surabaya. Itupun dengan harga yang sangat mahal karena dicetak dengan cover yang sangat lux. Sedangkan salah satu bukunya, yang berjudul Makhorijul Huruf dan Sifatul Huruf, dicetak dan diperbanyak oleh sebuah penerbit metode banyak Al-Qur’an di Surabaya.

Minimnya kegiatan menulis menyebabkan pria yang tinggal di dekat Masjid Ampel ini kurang banyak dikenal oleh masyarakat umum. Namun, bukan berarti pria yang mengasuh pengajian Tafsir di Masjid Ampel ini minim aktivitas. Setiap acara MTQ (musabaqah tilawatil Qur’an) Tingkat Nasional dan Propinsi, beliau tidak pernah absen menjadi Juri. Beberapa Masjid besar di Surabaya juga menjadwal beliau untuk menjadi khotib Jum’at tetap, seperti Masjid Nasional Al-Akbar, Masjid Muhammad Cheng Ho, Masjid Universitas Airlangga dan beberapa masjid lainnya di Surabaya. Di samping itu, pria ini juga rutin mengisi beberapa pelatihan baca Al-Qur’an pada lembaga-lembaga pendidikan di Surabaya. Namun, hal yang terpenting dari aktivitas Pria lulusan PTIQ ini ialah mengajar dan membina Al-Qur’an, khususnya Qira’ah Sab’ah yang bertempat di rumahnya.

Dalam menjalani kegiatan-kegiatan tersebut, khususnya yang terkait dengan pengajaran Al-Qur’an, pria yang punya penghasilan dari tokonya ini tidak mau menerima sepeserpun uang bayaran. Menurutnya, hal itu dilakukan untuk menjaga keikhlasannya dalam mengajar. Di samping itu, tidak pantas seorang guru al-Qur’an menarik bayaran, karena tidak ada contoh satupun dari para ulama yang menarik bayaran ketika mengajar Al-Qur’an, tambahnya. “Tapi kalau mengajar atau memberi pelatihan yang tempatnya jauh dari rumah, biasanya saya terima karena hal itu saya anggap sebagai uang transport,” tegasnya kepada inpasonline.(mm)

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons